Subscribe:

Ads 468x60px

Translate

buaya untuk blogger

Rabu, 05 September 2012

PECINTA RASULULLAH SAW.COM

Your RSS feed from RSSFWD.com. Update your RSS subscription
RSSFWD

PECINTA RASULULLAH SAW.COM

<center>Blog tempat berbagi ilmu demi kelestarian aswaja di NKRI</center>

Mengapa Kelompok Sesat Harus Dibongkar Dan Diwaspadai??? (Urgensi Amr Ma'ruf Nahy Munkar)
Wednesday, September 05, 2012 12:33 PM
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.  Shalawat dan salam semoga tercurahkan atas Sayyidina Muhammad, keluarga dan para sahabatnya yang baik dan suci.

            Allah ta'ala berfirman: 

???? ??? ??? ????? ????? ?????? ???????? ?????? ?? ?????? . ??? ????? :110 

Maknanya: "Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, menyeru kepada al Ma'ruf (hal-hal yang diperintahkan Allah) dan mencegah dari al Munkar (hal-hal yang dilarang Allah)".  (Q.S.  Ali 'Imran:  110)

            Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:

"?? ??? ???? ????? ??????? ???? ??? ?? ????? ??????? ??? ?? ????? ?????? ???? ???? ??????? . "???? ????

Maknanya: "Barangsiapa di antara kalian mengetahui suatu perkara munkar, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu, hendaklah ia merubahnya dengan lisannya, jika ia tidak mampu, hendaklah ia mengingkari dengan hatinya. Dan hal itu (yang disebut terakhir) paling sedikit buah dan hasilnya; dan merupakan hal yang diwajibkan atas seseorang ketika ia tidak mampu mengingkari dengan tangan dan lidahnya". (H.R. Muslim)

            Syari'at telah menyeru untuk mengajak kepada yang al ma'ruf, yaitu hal-hal yang diperintahkan Allah dan mencegah hal-hal yang munkar, yang diharamkan oleh Allah, menjelaskan kebathilan sesuatu yang bathil dan kebenaran perkara yang haqq.  Pada masa kini, banyak orang yang mengeluarkan fatwa tentang agama, sedangkan fatwa-fatwa tersebut sama sekali tidak memiliki dasar dalam Islam. Karena itu perlu ditulis sebuah buku untuk menjelaskan yang haqq dari yang bathil, yang benar dari yang tidak benar.

            Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam memperingatkan masyarakat dari orang yang menipu ketika menjual makanan. Al-Bukhari juga meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam  mengatakan tentang dua orang yang hidup di tengah-tengah kaum muslimin: "Saya mengira bahwa si fulan dan si fulan tidak mengetahui sedikitpun tentang agama kita ini".

            Kepada seorang khathib, yang mengatakan:

?? ??? ???? ?????? ??? ??? ??? ?????? ??? ???

Maknanya: "Barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa bermaksiat kepada keduanya maka ia telah melakukan kesalahan", Rasulullah menegurnya dengan mengatakan:

??? ?????? ???

Maknanya: "Seburuk-buruk khathib adalah engkau" (H.R. Ahmad),  ini dikarenakan khathib tersebut menggabungkan antara Allah dan Rasul-Nya dalam satu dlamir (kata ganti) dengan mengatakan ??? ??????. Kemudian Rasulullah berkata kepadanya: "katakanlah:

??? ??? ???? ??????   

Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam tidak membiarkan perkara sepele ini, meski tidak mengandung unsur kufur atau syirik. Jika demikian halnya, bagaimana mungkin beliau akan tinggal diam dan membiarkan orang-orang yang menyelewengkan ajaran-ajaran agama dan menyebarkan penyelewengan-penyelewengan tersebut di tengah-tengah masyarakat.  Tentunya orang semacam ini  lebih harus diwaspadai dan dijelaskan kepada masyarakat bahaya dan kesesatannya.

            Ketika kami menyebut beberapa nama orang yang menyimpang dalam risalah ini, maka hal ini tidaklah termasuk ghibah yang diharamkan, bahkan sebaliknya ini adalah hal yang wajib dilakukan untuk memperingatkan masyarakat.  Dalam sebuah hadits sahih bahwa Fathimah binti Qays berkata kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, aku telah dipinang oleh Mu'awiyah dan Abu Jahm". Rasulullah berkata: "Abu Jahm suka memukul perempuan, sedangkan Mu'awiyah adalah orang miskin yang tidak mempunyai harta (yang mencukupi untuk nafkah yang wajib), menikahlah dengan Usamah". (H.R. Muslim dan Ahmad)

            Dalam hadits ini Rasulullah mengingatkan Fathimah binti Qays dari Mu'awiyah dan Abu Jahm. Beliau menyebutkan nama kedua orang tersebut di belakang mereka dan menyebutkan hal yang dibenci oleh mereka berdua, ini dikarenakan dua sebab. Pertama: Mu'awiyah orang yang sangat fakir sehingga ia tidak akan mampu memberi nafkah kepada istrinya. Kedua: Abu Jahm adalah seorang yang sering memukul perempuan.

            Jikalau terhadap hal semacam ini saja Rasulullah angkat bicara dan memperingatkan, apalagi berkenaan dengan orang-orang yang mengaku berilmu dan ternyata menipu masyarakat serta menjadikan kekufuran sebagai Islam. Oleh karena itu Imam asy-Syafi'i mengatakan di hadapan banyak orang kepada Hafsh al Fard:  "Kamu benar-benar telah kufur kepada Allah yang Maha Agung" (yakni telah jatuh dalam kufur hakiki yang mengeluarkan seseorang dari Islam sebagaimana dijelaskan oleh Imam al Bulqini dalam kitab Zawa-id ar Raudlah), (lihat Manaqib asy-Syafi'i, jilid I, h. 407). Beliau juga menyatakan tentang Haram bin Utsman, seorang yang hidup semasa dengannya  dan biasa berdusta ketika meriwayatkan hadits: "Meriwayatkan hadits dari Haram (bin Utsman) hukumnya adalah haram". Imam Malik juga mencela (jarh) orang yang semasa dan tinggal di daerah yang sama dengannya; Muhammad bin Ishaq, penulis kitab al Maghazi. Imam Malik berkata:  "Dia seringkali berbohong". Imam Ahmad bin Hanbal berkata tentang al Waqidi:  "al Waqidi seringkali berbohong".


Sayyidah Nafisah; Wali Allah Dari Kaum Perempuan
Wednesday, September 05, 2012 12:29 PM
SAYYIDAH  NAFISAH

Beliau adalah  Nafisah putri al Hasan al Anwar ibn Zaid al Ablaj ibn al Hasan ibn Ali karramallahu wajhah. Ibunda beliau adalah seorang ummu walad (budak yang dinikahi tuannya) seperti halnya Hajar ibunda Nabi Ismail.
Beliau tumbuh dalam keluarga yang mendidiknya menjadi seorang yang alim, wara', dan ahli ibadah.Hari-harinya di isi dengan puasa pada siang hari dan bangun malam untuk beribadah, sehingga Allah memulyakannya dengan beberapa karamah.

KELAHIRANNYA

Sudah menjadi suatu kebiasaan bagi ayah sayyidah Nafisah untuk duduk di Masjidil Haram guna memberi pelajaran agama dan ilmu al quran kepada manusia.

Kemudian suatu hari datang kepada beliau salah seorang budak membawa berita kelahiran putrinya, seraya berkata: Berbahagialah engkau tuan!malam ini telah lahir putrimu yang cantik jelita yang tiada duanya.Ketika mendengar hal itu, beliau sangat senang dan bersujud kepada Allah sebagai rasa syukur atas terkabulkannya doa beliau serta memberikan hadiah yang banyak kepada budak tersebut seraya berkata: katakan kepada keluarga agar menamainya NAFISAH semoga ia menjadi pribadi yang baik dan suci.

Beliau radhiyallahu anha dilahirkan di kota Makkah Al Mukarromah pada hari rabu 11 rabiul awal tahun 145H . dan yang lebih menyenangkan ayahnya adalah bahwa putrinya ini mirip  sekali dengan saudarinya yang bernama Nafisah binti Zaid istri khalifah Al Walid ibn Abdil Malik.

Setelah tersebarnya kabar gembira kelahiran sayyidah Nafisah ini, banyak orang berbondong-bondong untuk mengucapkan selamat kepada keluarga yang mulia ini, serta bertepatan dengan hal tersebut datanglah  kepada al hasan al anwar utusan Kalifah Abbasiyah Abu Ja'far Al Mansur dengan membawa sebuah kitab yang mengeluarkan bau misik dan hadiah dari khalifah berupa sekantong uang sebesar 20.000 dinar.Kemudian beliau membuka kitab tersebut dan membacanya dengan seksama, sementara orang-orang disekitar beliau dengan tegang menunggu apa yang telah dititahkan khalifah kepada beliau, mereka takut hal tersebut akan membahayakan keturunan Rasulullah. Kekhawatiran mereka bertambah ketika beliau menangis dan mengatakan: "Sang Khalifah telah memilihku menjadi gubernur Madinah AL Munawwarah".Sontak wajah mereka menjadi berbinar-binar karena sangat bergembira seraya berkata: " Sungguh suatu kabar gembira bagi kota Madinah, karena akan dipimpin orang sepertimu, yang selalu menegakkan keadilan dan sunnah rasul serta memegang teguh hukum islam".Mendengar perkataan mereka , beliau berkata: "Kalaupun titah kepemempinan ini adalah suatu nikmat dari Allah, maka dia (putriku Nafisah) lah yang membawa kabar gembira tersebut (dengan kelahirannya).Dan kalaupun hal ini adalah suatu karamah (kemulyaan dari Allah), maka dia (putriku Nafisah) lah yang menjadi tandanya".

Beliau radhiyallahu 'anha tumbuh dalam lingkungan yang mulia, baik ketika masih tinggal di Makkah ataupun setelah pindah ke Madinah ketika beliau berumur 5 tahun. Beliau mulai di ajari al quran dan hadist nabawy secara intensif baik dari segi hafalan ataupun meriwayatkan hadist. Beliau jaga sering juga ikut ke masjid Nabawy sehingga sering menyaksikan orang-orang shaleh berlalu lalang disana.

Sungguh Allah telah memberi berkah pada umur beliau, pada usia 8 tahun saja beliau sudang hafal Al Quran dan hadist nabawy yang cukup banyak. Beliau selalu menyertai ayahnya baik ketika bepergian atau di rumah, sehingga beliau menjadikan ayahnya sebagai panutan dan contoh yang baik.

Beliau radhiyallahu 'anhu sering berdao seraya mengatakan: Ya Allah jauhhkan hatiku dari hal yang bisa menyibukkannya  (melalaikanMu), senangkan diriku kepada setiap hal yang menjadikan aku sekaku bertaqarrub kepadaMu, mudahkanlah jalanku untuk taat kepadaMu,jadikanlah aku termasuk wali (kekasih)Mu, karena hanya  Engkaulah Dzat yang diharapkan dalam kedaan sulit . Hanya kepada engkaulah manusia memohon pertolongan
Termasuk ulama' terkenal yang pernah bertemu dengan beliau adalah Imam Malik ibn Anas pengarang kitab Al Muwattha', imam Daar al Hijrah, seorang yang sangat wara', dan  periwayat hadist-hadist sahih.

Beliau juga meriwayatkan hadist-hadist dan mendapat hikmah-hikmah dari para ahli hadist, ahli fiqh, ahli syair, dan pembesar ahli bahasa yang berkumpul di ruman ayahnya.

SAYYIDAH NAFISAH MENIKAH

Kini sayyidah Nafisah telah dewasa, telah siap untuk menempuh jenjang pernikahan dan telah mumpuni dari segi ilmu maupun ketaqwaannya. Karena hal itu banyak sekali pemuda yang datang kepada Ayahnya untuk melamar beliau, baik dari keturunan Rasulullah, pembesar-pembesar ulama' ataupun suku Quraisy. Termasuk yang sangat ingin menikahi beliau adalah Ishaq ibn Ja'far as Shadiq, yaitu pemuda yang tekenal diantara teman-temannya dengan julukan Al Mu'tamin karena sifat amanah dan keteguhan imannya.

Ishaq bukanlah orang yang asing lagi bagi sayyidah Nafisah, karena ia adalah putra imam Ja'far al Shadiq ibn Muhammad al Baqir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain cucu Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam. Ia telah melihat benyak sekali pemuda-pemuda yang datang kepada Ayah sayyidah Nafisah guna melamarnya, tetapi beliau selalu mengatakan: "Aku ingin menyampaikan amnah kepada pemiliknya, aku ingin mengembalikan  tetesan ke dalam lautan dan aku ingin menanam mawar di dalam kebunnya". Maka ketika setiap pemuda yang mendengarnya akan mengurungkan niatnya untuk meminang, mereka berkata: mungkin ada suatu rahasia dari balik perkataan tersebut yang kita tidak ketahui.
Meskipun demikian Ishaq menganggap ia harus tetap mencoba kesempatannya. akhirnya ia beristikharah kepada Allah kemudian pergi bersama pembesar-pembesar Ahli Bait untuk meminang sayyidah Nafisah, akan tetapi penolakanlah yang ia dapatkan sehingga ia pulang dengan hati yang hancur karena lamarannya ditolak.

Kemudian ia pergi ke Masjid Nabawy dan melakukan shalat. Setelah itu ia masuk ke dalam ruang makam Rasulullah dan berdiri di samping makam seraya berkata: Semoga rahmat dan keselamatan selalu tercurah kepadamu wahai Rasulullah, wahai Penghulu para rasul, Penutup para nabi, dan kekasih Tuhan semesta alam.aku datang untuk membritahukan engkau keadaanku, aku limpahkan hajatku kepadamu supaya engkau membantuku , kepadamulah manusia mengadukan hajat merek dan meminta bantuan pertolongan, aku telah melamar Nafisah kepada ayahnya tetapi  ia menolakku".kemudian Ia mengucapkan salam dan pergi dari makam Rasulullah.

Keesokan harinya Ishaq dikagetkan dengan berita bahwa ia di panggil oleh al Hasan al anwar, dan  ketika ia menemuinya al hasan berkata: "Tadi malam aku mimpi bertemu dengan kakekku Rasulullah dengan rupa yang sangat menawan, beliau mengucapkan salam kepadaku seraya berkata: "Wahai Hasan nikahkanlah putrimu Nafisah dengan Ishaq al Mu'tamin!". Kemudian dilangsungkanlah pernikahan mereka pada hari Jumat tanggal 1 Rajab 161 H, sehingga lengkaplah cahaya berkah hasan dan husein di rumah itu karena sayyidah Nafisah adalah keturunan Hasan, sedang suaminya keturunan Husein radhiyallahu 'anhuma. Sayyid Ishaq juga terkenal keagungannya, sifat wara', banyak orang yang meriwayatkan hadist dan atsar darinya karena beliau juga terkenal sebagai Muhaddist yang berkompeten.

PERJALANAN KE MESIR

Kini Sayyidah Nafisah telah menjadi idola di hati masyarakat, khususnya penduduk Mesir. Setiap musim haji mereka menyempatkan diri untuk menziarahi beliau dan selalu mempersilahkannya mengunjungi Mesir. Menanggapi hal itu beliau berkata: "Insya Allah aku akan menziarahi kalian, karena Allah telah memujinya dan menyebutkannya dalam al quran. Begitu juga kakekku telah bersabda agar berwasiat kebaikan kepada penduduknya".

Kemudian beliau radhiyallahu 'anha bersama suami dan kedua anaknya al Qasimdan Umi Kultsum serta ahli bait lainnya  berhijrah ke Mesir dikarenakan ayah beliau sudah tidak berkuasa lagi di Madinah serta banyaknya fitnah yang menyebabkan keturunan Rasulullah pindah ke tempat lain.

Sambutan yang sangat meriah dan hangat beliau dapatkan ketika sampai di Mesir, masyarakat saling berebut menjamu beliau serta  para rombongan hijrah. Dan Sayyid Jamal ibn Jashash lah yang memberikan tempat tinggal bagi beliau di Mesir .

Meskipun beliau terbiasa hidup berkecukupan ketika tinggal bersama ayah beliau di Madinah, tapi sifat wara'nya lah yang menjadikan beliau tetap kerasan di tempat barunya ini. Dikatakan dalam salah satu riwayat bahwa beliau hanya makan sekali dalam waktu tiga hari. Berkata  salah satu keponakannya yang bernama Zainab : "Aku melayani beliau selama 40 tahun dan tidaklah aku dapati beliau kecuali tidak pernah tidur pada malam hari, puasa pada siangnya kecuali pada hari raya dan 3 hari tasyriq. Aku berkata: Tidaklah anda kasihan dengn diri anda? Beliau menjawab: bagaimana aku bisa kasihan kepada diriku ketika banyak siksaan dihadapan mata dan tidak bisa menghalaunya kecuali orang-orang yang beruntung". Ia juga berkata: " Bibiku adalah orang yang hafal alquran dan tafsirnya, stiap kali membacanya beliau selalu meneteskan air mata".

KAROMAH-KAROMAH BELIAU

Diantaranya adalah:
  • Keranjang makanan
Al Qona'I berkata : aku bertanya kepada zainab keponakan beliau: "Apakah makanan bibimu sehari-hari? "Ia menjawab: "beliau hanya makan sekali  selama tiga hari, keranjang makanan beliau tergantung di depan tempat sholat. Dan setiap kali beliau mengiginkan makanan , aku selalu mendapatkannya di dalam keranjang tersebut. Maka Alhamdulillah kami bisa menyaksikan (karomah) yang telah diberikan Allah kepada Sayyidah Maryam".

  • Mengalirnya kembali sungai Nil
Sa'ad ibn hasan berkata: pada zaman beliau sungai Nil pernah kering, kemudian orang-orang mendatangi beliau dan meminta doa darinya. Beliau memberikan cadarnya kepada mereka, kemudian mereka membawanya dan melemparkannya ke dalam sungai. Setelah itu mengalirlah air sungai tersebut sebelum orang-orang meninggalkannya.
  • Seekor ular besar
Al Imam Auza'i - imam dan pakar fiqih daratan Syam- (wft. 159H) berkata: Aku bertanya  kepada Jauharah - salah satu budak Hasan al Anwar- :Apakah engkau melihat sebuah karomah pada saat sayyidah Nafisah masih kecil? Ia menjawab : "Ya, ketika itu udara sangat panas sekali dan di sampingku ada  secawan air untuk beliau. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan seekor ular besar yang mendekat kepadaku, kemudian ular tersebut menempelkan pipinya ke dalam cawat tersebut layaknya ia sedang mengambil berkah dari air tesebut. Setelah itu ular tersebut pergi.
  • Doa untuk Imam Syafi'i
Setiap kali Imam Syafi'I sakit , ia selalu mengutus seseorang -seperti Rabi' al Jizi atau Rabi' al Muradi- kepada beliau untuk menyampaikan salam dan mengatakan bahwa imam Syafi'i sedang sakit, kemudian beliau mendoakannya dan Imam Syafi'i pun sembuh sebelum utusannya tsb tadi datang.
Ketika Imam Syafi'i sakit (akan wafat), ia juga mengutus seorang seperti biasanya kepada beliau radhiyallahu 'anha, kemudian beliau berdoa: Semoga Allah menyengangkan beliau dengan melihat DzatNya( di akherat).
  • Mimpi Rasulullah
Suatu hari suami beliau Sayyid Ishaq berkata: "Ikutlah bersama kami ke Hijaz!" beliau menjawab: "Aku tidak bisa melakukan itu karena tadi aku mimpi \Rasulullah bersabda kepadaku: "Jangan tinggalkan Mesir karena Allah akan mewafatkanmu di Mesir!"

WAFAT
Sayyidah  Nafisah terserang penyakit pada bulan Rajab 208 H dan penyakit tersebut tambah parah hingga bulan Ramadhan. Karena sangat parahnya penyakit sehingga beliau tidak kuat bergerak, kemudian didatangkan dokter kepada beliau dan ia menganjurkan beliau untuk tidak berpuasa. Tetapi beliau berkata: " Sungguh mengherankan (saranmu), padahal selama 30 tahun aku selalu meminta kepada Allah agar aku meninggal dalam keadaan berpuasa. Terus apakah aku akan berbuka? Padahal aku sudah menggali kuburan dibalik serambi - sambil menunjukkan letak kuburan tersebut -. Disanalah insya Allah aku di akan dimakamkan. Jika aku meninggal kuburkanlah aku di sana! ".

Diriwayatkan bahwa beliau telah menghatamkan alquran di dalam kuburan tersebut sebanyak 1000 kali.
Beliau meninggal  selang 4 tahun setelah meninggalnya Imam Syafi'i. Jasad beliau di makamkan di makam yang beliau gali sendiri dangan tangan mulianya.

Semoga Allah meridhoi Sayyidah Nafisah dan mengumpulkan kita bersama beliau di surga bersama para nabi, para shiddiqin, para syuhada', dan orang-orang shaleh. Karena mereka adalah sebaik-baik teman.
Wallahu a'lam wa ahkam.


Buku Baru; "Membersihkan Nama Ibnu Arabi Kajian Komprehensif Tasawuf Rasulullah", 2011
Wednesday, September 05, 2012 12:25 PM
Bagi yang berminat dapat menghubungi e-mail saya di aboufaateh@yahoo.com

Judul             :  Membersihkan Nama Ibnu Arabi Kajian Komprehensif Tasawuf Rasulullah
Penulis          :  Kholil Abou Fateh
Penerbit        : Pustaka Fattah Arbah Banten
cetakan         : Pertama, 2011
Ukuran         : 20 x 14 cm
Tebal            : 608 halaman
Harga           : Rp. 100. 000 (Seratus ribu) sudah termasuk ongkos kirim untuk P. Jawa, dan tambah 10.000 untuk luar P. Jawa

Daftar Isi­_,   
Kata Pengantar_, 
Pengantar Penulis_,

Bab I              Definisi Tasawuf, Hulûl, Wahdah Al-Wujûd Dan Cakupannya
a.       Pengertian Tasawuf, Sejarah Penamaan dan Ajaran-ajarannya_,
b.      Ajaran Tasawuf di Masa al-Khulafâ' al-Râsyidîn_,
c.      Landasan Tasawuf; Ilmu dan Amal_,
d.      Di Antara Pokok-Pokok Ajaran Kaum Sufi_,
e.      Sanad Ajaran Kaum Sufi Dan Khirqah Mereka_,
f.       Definisi Yang Salah Tentang Syari'at Dan Hakekat_,
g.      Kisah Yang Benar Tentang Nabi Musa Dan Nabi Khadlir_,
h.      Kritik Terhadap Pembagian Tasawuf Kepada Akhlaqi Dan Falsafi_,
i.        Fenomena Syathahât; Antara Wali Shâhî Dan Wali Jadzab_,
j.        Pendapat Mayoritas Ulama Sufi Tentang Al-Hallâj_,
k.      Tinjauan Historis Dan Definisi Akidah Hulûl, Dan Wahdah al-Wujûd_,
l.        Dasar Akidah Kaum Sufi_,
m.    Bantahan Terhadap Kelompok Anti Tasawuf_,

Bab II                        Biografi Imam Muhyiddin Ibn 'Arabi 
a.       Nama dan Kelahiran Ibn 'Arabi_,
b.      Keluarga Ibn 'Arabi_,
c.      Perjalanan Ilmiah Ibn 'Arabi_,
d.      Guru-guru Ibn 'Arabi_,
e.      Tahun Wafat Ibn 'Arabi_,
f.       Karya-karya Ibn 'Arabi_,

Bab III           Kajian Terhadap Karya-Karya Ibn 'Arabi Tentang Akidah Tanzîh
a.       al-Futûhât al-Makkiyah_,
1. Sikap Ulama Terhadap Ibn 'Arabi Dan al-Futûhât al-Makkiyyah_,
2. Kajian Terhadap al-Futûhât al-Makkiyyah_, 
3.      Ungkapan Tanzîh Ibn 'Arabi Dalam al-Futûhât al-Makkiyah_, 
b.      Al-Tanazzulât al-Lailiyyah Fî al-Ahkâm al-Ilâhiyyah_,
c.      'Aqîdah Ahl al-Islâm (Aqîdah Fî al-Tauhîd) _,
1.      Iman kepada Allah dan mentauhidkan-Nya_,
2.      Iman kepada Rasulullah; Muhammad_,
d.      Al-Anwâr Fîmâ Yumnah Shâhib al-Khalwah Min Asrâr  Al-Khalwah al-Muthlaqah_,
e.      Kunhu Mâ Lâ Budd Lî al-Murîd Minhu_,
f.       Al-Mauizhah al-Hasanah_,
g.      Isthilahât al-Sufiyyah_,
h.      Al-'Ujâlah_,
i.        Al-Hikam al-Hâtimiyyah_, 
j.        Risalah Ibn 'Arabi Kepada Imam al-Fakhr ar-Razi_,
k.      Wasiat Ibn 'Arabi Kepada Sebagian Anaknya  Nasab al-Khirqah_,  

Bab IV           Ibn 'Arabi Dan Akidah Ahlussunnah
a.       Allah Ada Tanpa Tempat_,
b.      Ahlussunnah Dalam Mensikapi Teks-Teks Mutasyâbihât_,
1.      Definisi Muhkamât dan Mutasyâbihât_,
a.       Muhkamât_, 
b.      Mutasyâbihât_,
2.      Metode     Ulama     Ahlussunnah     Dalam     Memahami Teks-teks  Mutasyâbihât_,
3.  Empat    Faedah    Penting    Sebagai    Bantahan    Atas    Orang Yang   Mengingkari  Takwil_,
c.      Tafsir sebagian ayat yang seringkali dijadikan rujukan oleh pemeluk akidah Hulûl, Dan Wahdah al-Wujûd_,
d.      Langit Adalah Kiblat Doa_,  

Bab V             Kedustaan Yang Disandarkan Kepada Sebagian Wali Allah
a.       Kedustaan atas Syaikh 'Abd al-Qâdir al-Jailâni_,
b.      Kedustaan atas Syaikh Abu Yazîd al-Busthâmi_,
c.      Kedustaan atas Syaikh Abu al-Hasan al-Syâdzili_,
d.      Kedustaan atas Imam al-Ghazali_,
e.      Kedustaan atas Syaikh Ahmad al-Tijani al-Maghribi_,

Bab VI           Biografi Ringkas Kaum Sufi Angkatan Pertama
a.       Uwais al-Qarani_,
b.      al-Hasan al-Bashri_,
c.      'Ali Zainal 'Abidîn_,
d.      Ibrahim ibn Adham_,
e.      Dâwûd al-Thâ'i_,
f.       Fudlail ibn 'Iyadl_,
g.      Ma'rûf al-Karkhi_,
h.      Sirrî al-Saqthi_,
i.        Bisyr al-Hâfi_,
j.        Hâtim al-Asham_,
k.      Syaqîq al-Balkhi_,
l.        Abu Turâb al-Nakhsyabi_,
m.    Dzunnun al-Mishri_,
n.      al-Hârits al-Muhâsibi_,
o.      al-Junaid al-Baghdadi_,  

Bab VII          Penutup_, 
Daftar Pustaka_, 



 PENGANTAR PENULIS

Bismillâh ar-Rahman al-Rahîm.
al-Hamdulillâh.
al-Shalât Wa al-Salâm 'Alâ Rasûlillâh.

Telah banyak karya para ulama terdahulu yang mereka tulis dalam menjelaskan kebebasan Ibn 'Arabi dari akidah hulûl dan ittihâd. Di antaranya, Imam 'Abd al-Wahhab as-Sya'rani yang telah menulis berbagai karya fenomenal, seperti al-Yawâqît Wa al-Jawâhir, al-Kibrît al-Ahmar dan lainnya. Al-Hâfizh as-Suyuthi menulis sebuah karya dengan judul Tanbîh al-Ghabiyy Fî Tabri'ah Ibn al-'Arabi. As-Sayyid Musthafa al-Bakri dengan karyanya; al-Suyûf al-Hidâd Fî A'nâq Ahl al-Zandaqah Wa al-Ilhâd. Syaikh 'Abd al-Ghani al-Nabulsi dengan karyanya; al-Radd al-Matîn 'Alâ Muntaqish al-'Ârif Muhyiddin. Syaikh al-Makhzûmi menulis kitab dengan judul Kasf al-Asrâr. Kemudian Ibn Hajar al-Haitami di bagian akhir dalam kitabnya; al-Fatâwâ al-Hadîtsiyyah. Serta masih banyak kitab lainnya dalam bahasan serupa yang telah ditulis para ulama. Ditambah lagi dengan banyak berbagai pujian dari para ulama terkemuka terhadap Ibn 'Arabi. Ini artinya Ibn 'Arabi adalah seorang ulama besar yang benar-benar "lurus", tidak seperti pendapat sebagian orang yang menyatakan bahwa beliau sebagai "pelopor" akidah hulûl dan ittihâd


Buku yang ada di hadapan pembaca ini penulis sajikan bukan untuk menambah terlebih memperluas bahasan para ulama tersebut di atas. Sebaliknya kandungan buku ini tidak lain hanya kutipan-kutipan dari sekian kitab para ulama yang telah membebaskan Ibn 'Arabi dari akidah hulûl dan ittihâd, termasuk dari berbagai ungkapan Ibn 'Arabi sendiri. Kutipan-kutipan inipun tak ubah layaknya setetes air dari lautan yang seakan tidak bertepi, ia tidak menawarkan janji untuk dapat menyirami rasa dahaga. Namun buku yang penulis sodorkan ini setidaknya memberikan kontribusi dalam membebaskan Ibn 'Arabi dari dua akidah tersebut. Paling tidak buku ini merupakan edisi bahasa Indonesia dari sekian banyak literatur berbahasa Arab dalam membebaskan Ibn 'Arabi dari akidah hulûl dan wahdah al-wujûd. Inilah niat awal dari penulis ketika hendak membukukan karya ini.

Ada beberapa alasan yang mendorong penulis untuk membukukan karya ini:

Pertama; Imam Muhyiddin Ibn 'Arabi adalah sosok yang tidak dapat terlepas dari setiap kajian tasawuf. Hampir setiap komunitas kajian tasawuf, dari kajian-kajian tasawuf lingkup terkecil hingga seminar-seminar yang diadakan di berbagai perguruan tinggi Islam, baik negeri maupun swasta (UIN/PTIS) akan menyinggung Ibn 'Arabi dengan karya-karyanya. Hanya saja yang menjadi keprihatinan penulis bahwa hampir setiap pembicaraan selalu berangkat dari kesimpulan bahwa Ibn 'Arabi adalah pembawa akidah hulûl dan ittihâd. Sekian banyak literatur yang telah ditulis para ulama dalam membebaskan Ibn 'Arabi dari dua akidah tersebut selalu diabaikan, bahkan oleh sebagian mereka sama sekali tidak dikenal. Kondisi seperti ini sama sekali tidak memberikan kajian yang berimbang, bahkan sangat tidak proporsional dan sangat subjektif.

Kedua; Beberapa orang yang karena berangkat dari keyakinan bahwa Ibn 'Arabi pembawa akidah hulûl dan ittihâd, kesimpulan mereka selanjutnya menjadi lebih memprihatinkan. Adanya faham pembagian tasawuf kepada tasawuf Akhlaqi (juga dikenal dengan tasawuf Sunni) dan tasawuf Filosofis adalah pendapat yang lahir dari kesimpulan mereka tersebut. Akibatnya timbul semacam justifikasi yang mengatakan bahwa tasawuf aliran filosofis adalah bagian dari Islam. Menurut mereka tasawuf filosofis ini tidak ubahnya seperti tasawuf Akhlaqi, sebagai bagian dari ajaran Islam. Tentu, kemudian kesimpulan puncak mereka selanjutnya adalah bahwa akidah hulûl dan ittihâd adalah bagian dari akidah Islam. Bagi penulis, pendapat semacam ini sangat merisihkan, karenanya tidak boleh didiamkan.

Ketiga; Ada sebagian faham menyesatkan berkembang di sebagian masyarakat kita menyebutkan adanya dikotomi antara syari'at dan hakekat, atau menurut istilah lain perbedaan antara zhahir dan batin. Kesimpulan semacam ini sedikit banyak memberikan pengaruh kepada prilaku amalan ibadah orang-orang Islam, terutama terhadap sebagian kaum awam. Faham dikotomis ini pula, baik secara langsung atau tidak langsung yang menyebabkan terbentuknya beberapa firqah yang mengaku sebagai bagian dari Islam tapi tidak peduli dengan pelaksanaan ajaran-ajarannya. Gejala terakhir ini cukup berkembang, tidak hanya pada lapisan masyarakat bawah tapi juga di kalangan orang-orang berpendidikan, bahkan tidak sedikit dari para akademisi. Dengan alasan bahwa tujuan pengamalan syari'at hanya untuk memperbaiki hati atau wilayah batin, maka hati itu sendiri apa bila sudah baik maka praktek-praktek syari'at  yang ada pada wilayah zhahir menjadi tidak penting dan tidak perlu diamalkan.

Keempat; Kritik teks dan penelusuran-penelusuran literal yang paripurna terhadap karya-karya Ibn 'Arabi dapat dikatakan sangat minim, terutama dalam bahasa Indonesia. Referensi mereka yang menetapkan konsep hulûl dan ittihâd sebagai keyakinan Ibn 'Arabi selalu saja merujuk kapada al-Futûhât al-Makkiyyah atau Fushûsh al-Hikam. Mereka mengabaikan adanya ungkapan-ungkapan tanzih (kesucian Allah dari menyerupai makhluk-Nya) yang sama sekali berseberangan dengan akidah hulûl dan ittihâd dalam kedua karya Ibn 'Arabi tersebut, juga dalam karya-karya beliau lainnya. Kemungkinan adanya reduksi atau sisipan-sisipan tangan yang tidak bertanggung jawab dalam dua karya Ibn 'Arabi tersebut sama sekali tidak pernah diangkat di meja-meja diskusi. Keadaan semacam ini tentu saja kurang sehat dan tidak objektif, setidaknya dalam tinjauan penulis. Karena kondisi semacam ini tidak akan pernah menemukan "kata kunci" untuk meredam kontroversi menyangkut Ibn 'Arabi dengan akidah hulûl dan ittihâd. Buku yang ada di hadapan pembaca ini mencoba menawarkan kata kunci tersebut.

Kelima; Gejala perkembangan tasawuf pada akhir-akhir ini hampir menyentuh semua level. Hampir semua masyarakat kita mengenal bahkan tidak sedikit yang secara praktis masuk dalam wilayah tasawuf. Tentu saja di sini ada nilai-nilai positif yang mereka dapatkan. Namun kekhawatiran yang kemudian muncul adalah saat tasawuf tersebut disentuh oleh lapisan masyarakat yang benar-benar tidak mengetahui ilmu agama. Seseorang yang tidak dapat membedakan dalam masalah thahârah  (bersuci) antara Istinjâ', Istijmâr, Istibrâ', Istirkhâ, atau tidak mengetahui tatacara wudlu' yang benar, air yang harus dipergunakan, hal-hal yang membatalkan wudlu, atau yang terkait dengan masalah shalat serta praktek ibadah lainnya, tentu saja bila orang semacam ini masuk dalam wilayah tasawuf tidak akan mandapatkan banyak manfa'at. Gejala inilah yang belakangan terjadi di sebagian masyarakat kita. Tidak sedikit dari mereka yang hanya ikut-ikutan ingin dibaiat untuk dzikir dalam sebuah tarekat sementara ia belum bisa membereskan tatacara bersucinya. Lebih parah lagi yang membaiat (mursyid) orang-orang awam tersebut juga tidak memiliki ilmu agama yang cukup.
Karena itu konsep mendasar dari penulisan buku ini adalah untuk mengungkapkan tanzîh dalam karya-karya Ibn 'Arabi. Bahwa akidah tanzîh ini adalah keyakinan mayoritas umat Islam dari masa ke masa, dan dari berbagai generasi ke genarasi. Hampir semua komunitas dari berbagai kalangan dari orang-orang Islam meyakini akidah tanzîh ini. Tidak terkecuali komunitas sufi yang notabene orang-orang yang berpegang teguh dengan ajaran Rasulullah dan para sahabatnya, sudah pasti akidah tanzîh ini merupakan keyakinan mendasar mereka. Untuk tujuan ini, pada bagian akhir dari tulisan ini sengaja penulis bahas konsep tanzîh Ahlussunnah Wal Jama'ah yang menjadi akidah pokok kaum sufi.
Walaupun masalah tanzîh ini cukup luas, karena sebenarnya menyangkut pembahasan sifat-sifat Allah dalam berbagai teks al-Qur'an dan Hadits, namun dengan tanpa mengabaikan urgensi pembahasan itu semua, penjelasan "Allah ada tanpa tempat" adalah yang sangat pokok dan paling urgen untuk penulis diungkap di sini. Kecenderungan timbulnya akidah-akidah tasybîh (akidah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) belakangan ini semakin meluas di sebagian masyarakat kita. Karena semakin menyusutnya pembelajaran terhadap ilmu-ilmu agama pokok, terutama masalah akidah, disadari atau tidak disadari ada beberapa orang yang telah keluar dari agama Islam karena keyakinan rusaknya. Imam al-Qâdlî 'Iyadl al-Maliki dalam al-Syifâ Bi Ta'rîf Huqûq al-Musthafâ mengatakan bahwa ada dari orang-orang Islam yang keluar dari Islam-nya (menjadi kafir), sekalipun ia tidak bertujuan keluar dari agama Islam tersebut. Ungkapan-ungkapan semacam; "Terserah Yang Di atas.", "Tuhan tertawa., tersenyum., menangis.," atau "Mencari Tuhan yang hilang.", dan lain sebagainya adalah gejala tasybîh yang semakin merebak belakangan ini. Tentu saja kesesatan akidah tasybîh adalah hal yang telah disepakati oleh para ulama kita, dari dahulu hingga sekarang.
Terkait dengan masalah ini Imam Ibn al-Mu'allim al-Qurasyi (w 725 H, lihat biografinya dalam al-Durar al-Kâminah, karya al-Hâfizh Ibn Hajar al-'Asqalani, j. 4, h. 198) dalam kitab Najm al-Muhtadî Wa Rajm al-Mu'tadî, h. 588, mengutip perkataan sahabat 'Ali ibn Abi Thalib, sebagai berikut:

?????????? ?????? ???? ???? ??????? ?????? ?????????? ????????? ????????? ????? ??????: ??? ??????? ??????????????? ?????????? ???????? ????????????? ??? ????????????? ???????: ???? ????????????? ???????????? ??????????? ?????????????? ?????????? ??????????? (?????? ???? ????????? ????????? ??? ?????? ????? ??????????? ???????? ????????????? ? 588)

 "Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kafir". Seseorang bertanya kepadanya: "Wahai Amir al-Mu'minin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran? Sahabat 'Ali ibn Abi Thalib menjawab: "Mereka menjadi kafir karena pengingkaran. Mereka mengingkari Pencipta meraka (Allah) dan mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan". (Diriwayatkan oleh Ibn al-Mu'allim al-Qurasyi dalam kitab Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu'tadi, h. 588)

Dalam kajian terhadap karya-karya Ibn 'Arabi, penulis membatasi diri dalam bahasan ungkapan-ungkapan akidah tanzîh yang beliau tulis saja. Penulis sengaja tidak masuk dalam wilayah yang lebih luas. Pembahasan masalah teologi dalam berbagai aspeknya, termasuk istilah-istilah kaum sufi (Musthalahât al-Sûfiyyah) dan takwil-takwil dari perkataan mereka, sama sekali tidak penulis singgung. Namun demikian, khusus tentang Musthalahât al-Sûfiyyah penulis hanya mengungkap secukupnya, termasuk beberapa di antaranya yang ditulis Ibn 'Arabi sendiri. Masalah Musthalahât al-Sûfiyyah, karena di samping membutuhkan pembahasan yang cukup luas, juga sebenarnya telah diungkap dalam banyak literatur yang sudah matang untuk kita baca, hanya memang umumnya masih dalam bentuk bahasa Arab. Seperti Musthalahât al-Sûfiyyah dalam kitab al-Luma' karya Abu Nashr as-Sarraj, 'Awârif al-Ma'ârif karya al-Surâwardi, al-Risâlah karya al-Qusyairi dan lain-lain. Khusus tentang takwil perkatan-perkataan Ibn 'Arabi lihat al-Yawâqît Wa al-Jawâhir karya Imam 'Abd al-Wahhab as-Sya'rani dan beberapa kitab lainnya. Kemudian dalam pengutipan pernyataan-pernyataan para ulama, ada beberapa di antaranya sengaja penulis kutip teks aslinya dalam bahasa Arab dan sekaligus terjemahannya. Urgensitasnya adalah untuk memperkuat kebenaran tentang masalah terkait, sekaligus untuk menyodorkannya kepada para pembaca agar dapat menyikapi teks-teks tersebut secara proporsional.
Dan pada bagian akhir dari tulisan ini, penulis mengutip biografi beberapa sufi terkemuka angkatan pertama dengan pelajaran-pelajaran penting dari berbagai ungkapan mereka, terutama masalah-masalah pokok terkait dengan akidah. Bagian ini cukup penting karena ajaran tasawuf yang berkembang di kemudian hari adalah berasal dari jalur mereka. Dengan demikian kita menjadi benar-benar mengetahui "pragmentasi" secara praktis metode pengamalan ajaran-ajaran tasawuf dari para pemuka tasawuf itu sendiri. Kemudian dari pada itu, penulis menyakini sepenuhnya akan keberadaan "berkah", bahwa jalan untuk meraih berkah-berkah tersebut sangat banyak, salah satunya dengan mengungkap dan mempelajari pragmentasi kehidupan orang-orang saleh terdahulu. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa orang-orang saleh adalah sebagai sebab bagi kita, bahwa "karena mereka" kita orang-orang awam yang banyak dosa ini diberi rizki, diberi hujan, dan diberi berbagai karunia lainnya oleh Allah. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:

?????? ?????????? ???????? ???????????? (??????? ?????????????)

"Dengan sebab mereka (para wali Allah), maka orang-orang awam diberi hujan (oleh Allah), dan dengan sebab mereka orang-orang awam tersebut diberi kemenangan...". (HR. ath-Thabarani).

Para ulama kita berkata: "Bi Dzikr ash-Shalihin Tatanazzal ar-Rahamat...", artinya; "Dengan sebab menyebut orang-orang saleh maka rahmat-rahmat Allah diharapkan menjadi turun". Imam Ahmad ibn Hanbal ketika ditanya tentang seorang sufi terkemuka bernama Shafwan ibn Sulaim, berkata: "Dia adalah orang saleh yang dengan disebut namanya maka hujan akan turun...".

Akhirnya, dengan banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, buku ini semoga memiliki kelebihan dan dapat memberikan siraman serta pencerahan bagi orang-orang yang selalu memegang teguh akidah tanzîh; akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah, dan selalu mengharap ridla Allah serta perlindungan-Nya. Amin
Wa Billâh al-Taufîq. 


Penulis,
H. Kholilurrohman Abu Fateh, MA


DAFTAR PUSTAKA

al-Qur'an al-Karîm.

'Abbâs, Sirajuddin, I'tiqad Ahlusuunah Wal Jama'ah, 2002, Pustaka Tarbiyah, Jakarta

Abu Dâwûd, al-Sijistâni, Sunan Abî Dâwûd, Dâr al-Jinân, Bairut.

Ashbahâni, al, Abu Nu'aim Ahmad Ibn 'Abdullah (w 430 H), Hilyah al-Auliyâ Wa Thabaqât al-Ashfiyâ', Dâr al-Fikr, Bairut

'Asqalâni, al, Ahmad Ibn Ibn 'Ali Ibn Hajar, Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhari, tahqîq Muhammad Fu'âd Abd al-Bâqi, Cairo: Dâr al-Hadîts, 1998 M

_________,  al-Durar al-Kâminah Fî al-Ayân al-Mi'ah al-Tsâminah, Haidarabad, Majelis Dâ'irah al-Mâ'arif al-'Utsmâniyyah, cet. 2, 1972.

­­­­_________, al-Ishâbah Fî Tamyîz al-Shahâbah, tahqîq 'Ali Muhammad Bujawi, Bairut, Dâr al-Jail, cet. 1, 1992 M

_________, Tahdzîb al-Tahdzîb, Bairut, Dâr al-Fikr, 1984 M.

_________, Lisân al-Mizân, Bairut, Mu'assasah al-'Alami Li al-Mathbu'at, 1986 M.

Asy'ari, al, 'Ali ibn Ismâ'îl al-Asy'ari asy-Syafi'i (w 324 H), Risâlah Istihsân al-Haudl Fi 'Ilm al-Kalâm, Dâr al-Masyâri', cet. 1, 1415 H-1995 M, Bairut

Asy'ari, Hasyim, KH, 'Akidah Ahl al-Sunnah Wa al-Jama'ah, Tebuireng, Jombang.

Azdi, al, Abu Dâwûd Sulaiman ibn al-Asy'ats ibn Ishâq al-Sijistâni (w 275 H), Sunan Abi Dâwûd, tahqîq Shidqi Muhammad Jamil, Bairut, Dâr al-Fikr, 1414 H-1994 M.

Baghdâdi, al, Abu Manshur 'Abd al-Qâhir ibn Thahir ( W 429 H), al-Farq Bain al-Firaq, Bairut: Dâr al-Kutub al-'Ilmiyah, cet. Tth.

_________, Kitâb Ushûl al-Dîn, cet. 3, 1401-1981, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, Bairut.

Baghdâdi, al, Abu Bakr Ahmad ibn 'Ali, al-Khathib, Târikh Baghdâd,  Bairut, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, t. th.

Baijuri, al, Tuhfah al-Murîd Syarh Jauhar al-Tauhîd, Dâr Ihyâ' al-Turâts al-'Arabi, Indonesia

Baihaqi, al, Abu Bakr ibn al-Husain ibn 'Ali (w 458 H), al-Asmâ' Wa al-Shifât, tahqîq 'Abdullah ibn 'Âmir, 1423-2002, Dâr al-Hadits, Cairo.

_________, Syu'ab al-Imân, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, Bairut.

_________, al-Sunan al-Kubrâ, Dâr al-Ma'rifah, Bairut. t. th.

Bantani, al, 'Umar ibn Nawawi al-Jâwi, Kâsyifah al-Sajâ Syarh Safinah al-Najâ, Maktabah Dâr Ihyâ' al-Kutub al-'Arabiyyah, Indonesia, th. 

_________, Salâlim al-Fudalâ Syarh Manzhumah Kifâyah al-Atqiyâ' Ilâ Thariq al-Auliyâ', Syarikat al-Ma'arif Bandung, t. th.

Bakri, al, As-Sayyid Abu Bakr ibn as-Sayyid Ibn Syathâ al-Dimyathi, Kifâyah al-Atqiyâ' Wa Minhâj al-Ashfiyâ' Syarh Hidâyah al-Adzkiyâ'. Syarikat Ma'arif, Bandung, t. th.

_________, Hâsyiyah I'ânah al-Thâlibin 'Alâ Hall Alfâzh Fath al-Mu'in Li Syarh Qurrah al-'Ain Li Muhimmah al-Dîn, cet. 1, 1418, 1997, Dâr al-Fikr, Bairut.

Bayyadli, al, Kamâl al-Dîn Ahmad al-Hanafi, Isyârât al-Marâm Min 'Ibârât al-Imâm, tahqîq Yusuf 'Abd al-Razzâq (Dosen Usuluddin al-Azhar), cet. 1, 1368-1949, Syarikah Maktabah Musthafâ al-Halabi Wa Auladuh, Cairo.

Bukhâri, al, Muhammad ibn Ismâ'il, Shahih al-Bukhari, Bairut, Dâr Ibn Katsir al-Yamamah, 1987 M

Dzahabi, al, Muhammad ibn Ahmad ibn 'Utsmân, Abu 'Abdillah, Syasm al-Dîn, Siyar A'lâm al-Nubalâ', tahqîq Syau'ib al-Arna'uth dan Muhammad Nu'im al-Arqusysyi, Bairut, Mu'assasah al-Risalah, 1413 H.

_________, Mizân al-I'tidâl Fi Naqd al-Rijâl, tahqîq Muhammad Mu'awwid dan 'Adil Ahmad 'Abd al-Maujûd, Bairut, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, cet. 1, 1995 M

Dimyâthi, al, Abu Bakr as-Sayyid Bakri ibn as-Sayyid Muhammad Syathâ al-Dimyâthi, Kifâyah al-Atqiyâ' Wa Minhâj al-Ashfiyâ' Syarh Hidâyah al-Adzkiyâ', Bungkul Indah, Surabaya, t. th.

Ghazâli, al, Abu Hâmid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad al-Thusi ( w 505 H), Kitâb al-Arba'in Fi Ushul al-Dîn, cet. 1408-1988, Dâr al-Jail, Bairut

 _________, al-Maqshad al-Asnâ Syarh Asmâ Allah al-Husnâ, t. th, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, Cairo

_________, Minhâj al-Âbidin, t. th. Dâr Ihya al-Kutub al-'Arabiyyah, Indonesia  

Ghumâri, al, Ahmad ibn Muhammad al-Shiddiq al-Hasani al-Maghribi, Abu al-Faidl, al-Mughir 'Alâ al-Ahâdits al-Maudlû'ah Fi al-Jâmi' al-Shaghir, cet. 1, t. th. Dâr al-'Ahd al-Jadid

Hanbal, Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, Dar al-Fikr, Bairut

Haitami, al, Ahmad Ibn Hajar al-Makki, Syihabuddin, al-Fatâwâ al-Haditsiyyah, t. th. Dâr al-Fikr

Hakim, al, al-Mustadrak 'Alâ al-Shahihain, Bairut, Dâr al-Ma'rifah, t. th.

Habasyi, al, 'Abdullah ibn Muhammad ibn Yusuf, Abu 'Abd ar-Rahman, al-Maqâlât al-Sunniyah Fi Kasy Dlalâlât Ahmad Ibn Taimiyah, Bairut: Dâr al-Masyârî', cet. IV, 1419 H-1998 M.

_________, al-Syarh al-Qawîm Syarh Shirât al-Mustaqîm, cet. 3, 1421-2000, Dâr al-Masyârî', Bairut.

_________, al-Dalîl al-Qawîm 'Alâ al-Shirâth al-Mustaqîm, Thubi' 'Alâ Nafaqat Ahl al-Khair, cet. 2, 1397 H. Bairut

_________, al-Durrah al-Bahiyyah Fî Hall Alfâzh al-'Akidah al-Thahâwiyyah, cet. 2, 1419-1999, Dâr al-Masyârî', Bairut.

_________, Sharîh al-Bayân Fî al-Radd 'Alâ Man Khâlaf al-Qur'an, cet. 4, 1423-2002, Dâr al-Masyârî', Bairut.

_________, Izhhâr al-'Aqîdah al-Sunniyyah Fî Syarh al-'Aqîdah al-Thahâwiyyah, cet. 3, 1417-1997, Dâr al-Masyârî', Bairut

_________, al-Mathâlib al-Wafiyyah Bi Syarh al'Akidah al-Nasafiyyah, cet. 2, 1418-1998, Dâr al-Masyârî', Bairut

_________, al-Tahdzîr al-Syar'i al-Wâjib, cet. 1, 1422-2001, Dâr al-Masyârî', Bairut.

Haddâd, al, 'Abdullah ibn 'Alawi ibn Muhammad, Risâlah al-Mu'âwanah Wa al-Muzhâharah Wa al-Ma'âzarah, Dâr Ihyâ' al-Kutub al-'Arabiyyah, Indonesia.

Haramain, al, Imâm, Abu al-Ma'âli 'Abd al-Malik al-Juwaini, al-'Akidah al-Nizhâmiyyah, ta'liq Muhammad Zâhid al-Kautsari, Math'ba'ah al-Anwâr, 1367 H-1948 M.

Hushni, al, Taqiy al-Dîn Abu Bakr ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasyqi ( w829 H), Kifâyat al-Akhyâr Fî Hall Ghayât al-Ikhtishâr, Dâr al-Fikr, Bairut. t. th.

_________, Daf'u Syabah Man Tasyabbah Wa Tamarrad Wa Nasab Dzâlik Ilâ al-Imâm al-Jalîl Ahmad, al-Maktabah al-Azhariyyah Li al-Turats, t. th.

Ibn Arabi, Muhyiddin Muhammad ibn 'Ali al-Hâtimi al-Thâ'i, al-Futûhât al-Makkiyyah, ta'lîq Mahmûd Mathraji, Isyrâf Maktabah al-Buhûts Wa al-Dirâsât, Dâr al-Fikr, Bairut

_________, 'Akidah Fî al-Tauhîd ('Aqîdah Ahl al-Islâm), ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Mesir

 _________, 'Aqîdah Ahl al-Islâm, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

_________, al-Anwâr Fîmâ Yumnah Shahîh al-Khalwah Min Asrâr; Cairo; Maktabah 'Âlam al-Fikr, cet I, 1407 H-1986 M

_________,  al-Khalwah al-Muthlaqah, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

_________, Min Rasâ'il Sayyidî Muhyiddin Ibn 'Arabi; Washiyyatuh Allati Katabahâ Ilâ Ba'dl Aulâdih, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir.

_________, al-Mauizhah al-Hasanah, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

_________, Ishthilâhât al-Sufiyyah, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

_________, al-'Ujâlah, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

_________, al-Hikam al-Hâtimiyyah al-Musamma Bi al-Kalimat al-Hikamiyyah Wa al-Mushthalâhât al-Jâriyah 'Alâ Alsinah al-Shufiyyah, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

_________, al-Tanazzulât al-Lailiyyah Fi al-Ahkâm al-Ilâhiyyah, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

_________, Min Rasâ'ail al-Syaikh Muhyiddin Li al-Imâm al-Fakhr al-Râzi, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

_________, Kunhu Mâ Lâ Budd Li al-Murîd Minhu, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

_________, Nasab al-Khirqah, ta'lîq 'Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. 'Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

Ibn 'Asakir, Tabyîn Kadzib al-Muftarî Fîmâ Nusiba Ilâ al-Imâm Abî al-Hasan al-Asy'ari, Dâr al-Kutub al-'Arabi, Bairut.

Ibn Balabbân, Muhammad ibn Badruddin ibn Balbân al-Damasyqi al-Hanbali (w 1083 H), al-Ihsân Bi Tartîb Shahîh Ibn Hibbân, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, Bairut

_________, Mukhtashar al-Ifâdât Fi Rub'i al-'Ibâdât Wa al-Âdâb Wa Ziyâdât. Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, Bairut

Ibn Hibbân, al-Tsiqât, Mu'assasah al-Kutub al-Tsaqafiyyah, Bairut

Ibn al-Jauzi, Abu al-Faraj 'Abd ar-Rahman ibn al-Jauzi (w 597 H), Talbîs Iblîs, tahqîq Aiman Shâlih Sya'bân, Cairo: Dâr al-Hadits, 1424 H-2003 M

­­_________, Daf'u Syubah al-Tasybîh Bi Akaff al-Tanzîh, Tahqîq Syaikh Muhammad Zâhid al-Kautsari, Muraja'ah DR. Ahmad Hijâzi al-Saqâ, Maktabah al-Kulliyyât al-Azhariyyah, 1412-1991

_________, Shafwah al-Shafwah, Dar al-Fikr, Bairut

_________, Shaid al-Khâthir, tahqîq Usâmah as-Sayyid, Muassasah al-Kutub al-Tsaqâfiyyah. Cet. 4, Bairut

Ibn Jamâ'ah, Muhammad ibn Ibrahim ibn Sa'adullâh ibn Jamâ'ah dikenal dengan Badruddin ibn Jamâ'ah ( w727 H), Idlâh al-Dalîl Fî Qath'i Hujaj Ahl al-Ta'thîl, tahqîq Wahbi Sulaimân Ghawaji, Dâr al-Salâm, 1410 H-1990 M, Cairo

Ibn Katsir, Ismâ'îl ibn 'Umar, Abu al-Fidâ, al-Bidâyah Wa al-Nihâyah, Bairut, Maktabah al-Ma'ârif, t. th.

Ibn Khallikân, Wafayât al-A'yân, Dâr al-Tsaqafah, Bairut

Ibn al-'Imâd, Abu al-Falâh ibn 'Abd al-Hayy al-Hanbali, Syadzarât al-Dzahab Fî Akhbâr Man Dzahab, tahqîq Lajnah Ihyâ al-Turâts al-'Arabi, Bairut, Dâr al-Âfâq al-Jadidah, t. th.

Ibn al-Subki, Abu Nashr Taj al-Dîn 'Abd al-Wahhâb ibn 'Ali ibn 'Abd al-Kâfi (w 771 H), Thabaqât asy-Syafi'iyyah al-Kubrâ, tahqîq 'Abd al-Fattâh Muhammad al-Huluw dan Mahmud Muhammad al-Thanji, t. th, Dâr Ihya al-Kutub al-'Arabiyyah.

'Iyadl, Abu al-Fadl 'Iyyâdl ibn Musa ibn 'Iyadl al-Yahshubi, al-Syifâ Bi Ta'rif Huquq al-Musthafâ, tahqîq Kamâl Basyuni Zaghlûl al-Mishri, Isyraf Maktab al-Buhuts Wa al-Dirâsât, cet. 1421-2000, Dâr al-Fikr, Bairut.

Isfirâyini, al, Abu al-Mudzaffar (w 471 H), al-Tabshir Fî al-Dîn Fî Tamyîz al-Firqah al-Nâjiah Min al-Firaq al-Hâlikin, ta'lîq Muhammad Zâhid al-Kautsari, Mathba'ah al-Anwâr, cet. 1, th.1359 H, Cairo.

Jailâni-al, 'Abd al-Qâdir ibn Musa ibn Abdullâh, Abu Shâlih al-Jailâni, al-Gunyah, Dâr al-Fikr, Bairut

Jauziyyah, al, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Hâdi al-Arwâh iIlâ Bilâd al-Afrah, Ramadi Li al-Nasyr, Bairut.

Kalâbâdzi-al, Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya'qûb al-Bukhari, Abu Bakr (w 380 H), al-Ta'arruf Li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, tahqîq Mahmûd Amin al-Nawawi, cet. 1, 1388-1969, Maktabah al-Kuliyyât al-Azhariyyah Husain Muhammad Anbâbi al-Musâwi, Cairo

Kautsari, al, Muhammad Zâhid ibn al-Hasan al-Kautsari, Takmilah al-Radd 'Alâ Nuniyyah Ibn al-Qayyim, Mathba'ah al-Sa'adah, Mesir.

_________, Maqâlât al-Kautsari, Dâr al-Ahnâf , cet. 1, 1414 H-1993 M, Riyadl.

Khalîfah, Hâjî, Musthafâ 'Abdullah al-Qasthanthini al-Rumi al-Hanafi al-Mulla, Kasyf al-Zhunûn 'An Asâmî al-Kutub Wa al-Funûn, Dâr al-Fikr, Bairut.

Maqarri-al, Ahmad al-Maghrirbi al-Maliki al-Asy'ari, Idlâ'ah al-Dujunnah Fî I'tiqâd Ahl al-Sunnah, Dâr al-Fikr, Bairut.

Mâturîdi, al, Abu Manshur, Kitâb al-Tauhîd, Dâr al-Masyriq, Bairut

Malîbâri, al, Zain al-Dîn Ibn 'Ali, Nadzam Hidâyah al-Adzkiyâ', Syirkah Bukul Indah, Surabaya, t. th.

Makki, al, Taj al-Dîn Muhammad Ibn Hibatillâh al-Hamawi, Muntakhab Hadâ'iq al-Fushûl Wa Jawâhir al-Ushûl Fi 'Ilm al-Kalâm 'Alâ Ushûl Abi al-Hasan al-Asy'ari, cet, 1, 1416-1996, Dâr al-Masyârî', Bairut  

Mizzi, al, Tahdzîb al-Kamâl Fî Asmâ' al-Rijâl, Mu'assasah al-Risalah, Bairut.

Mutawalli, al, al-Ghunyah Fî Ushûl al-Dîn, Mu'assasah al-Kutub al-Tsaqafiyyah, Bairut.

Nabhâni, al, Yusuf Isma'îl, Jâmi' Karâmât al-Auliyâ', Dâr al-Fikr, Bairut

Naisâburi, al, Muslim ibn al-Hajjâj, al-Qusyairi (w 261 H), Shahîh Muslim, tahqîq Muhammad Fu'âd 'Abd al-Bâqî, Bairut, Dâr Ihya' al-Turats al-'Arabi, 1404 H.

Nawawi, al, Yahyâ ibn Syaraf, Muhyiddin, Abu Zakariya, al-Minhâj Bi Syarh Shahîh Muslim Ibn al-Hajjâj, Cairo, al-Maktab al-Tsaqafi, 2001 H.

Qâri, al-, 'Ali Mullâ al-Qâri, Syarh al-Fiqh al-Akbar, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, Bairut

Qadlî, al, Samîr, Mursyid al-Hâ'ir Fi Hall Alfâzh Risâlah Ibn 'Asakir, cet. I, 1414 H-1994 M, Dâr al-Masyârî', Bairut

Qusyairi, al, Abu al-Qasim 'Abd al-Karim ibn Hawazân al-Naisâburi, al-Risâlah al-Qusyairiyyah, tahqîq Ma'ruf Zuraiq dan 'Ali 'Abd al-Hâmid Balthahji, Dâr al-Khair.

Qurthubi, al, al-Jâmi' Li Ahkâm al-Qur'an, Dâr al-Fikr, Bairut

Rifâ'i, al, Abu al-'Abbâs Ahmad ar-Rifa'i al-Kabir ibn al-Sulthân 'Ali, Maqâlât Min al-Burhân al-Mu'ayyad, cet. 1, 1425-2004, Dâr al-Masyârî', Bairut.

Râzi, al, Fakhr al-Dîn al-Râzi, al-Tafsîr al-Kabîr Wa Mafâtîh al-Ghaib, Dâr al-Fikr, Bairut

Sarrâj, al, Abu Nashr, Al-Luma', tahqîq 'Abd al-Halim Mahmud dan Thâhâ 'Abd al-Bâqi Surur, Maktabah al-Tsaqâfah al-Dîniyyah, Cairo Mesir

Syafi'i, al, Muhammad ibn Idrîs ibn Syâfi' (w 204 H), al-Kaukab al-Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar, al-Maktabah al-Tijâriyyah Mushthafâ Ahmad al-Bâz, Mekah, t. th.

Sya'râni, al, 'Abd al-Wahhâb, al-Thabaqât al-Qubrâ, Maktabah al-Taufiqiyyah, Amâm Bâb al-Ahdlar, Cairo Mesir.

_________, al-Yawâqît Wa al-Jawâhir Fi Bayân 'Aqâ'id al-Akâbir, t. th, Mathba'ah al-Haramain.

_________, al-Kibrît al-Ahmar Fi Bayân 'Ulûm al-Syaikh al-Akbar, t. th, Mathba'ah al-Haramain.

_________, al-Anwâr al-Qudsiyyah al-Muntaqât Min al-Futûhût al-Makkiyyah, Bairut, Dâr al-Fikr, t. th.

_________, Lathâ'if al-Minan Wa al-Akhlâq, 'Alam al-Fikr, Cairo

Subki, al, Taqy al-Dîn 'Ali ibn 'Abd al-Kâfî al-Subki, al-Saif al-Shaqîl Fî al-Radd 'Ala ibn Zafîl, Mathba'ah al-Sa'âdah, Mesir.

Suhrâwardi, al, Awârif al-Ma'ârif, Dar al-Fikr, Bairut

Syakkur, al, 'Abd, Senori, KH, al-Kawâkib al-Lammâ'ah Fî Bayân 'Aqîdah Ahl al-Sunnah Wa al-Jamâ'ah

Syahrastâni, al, Muhammad 'Abd al-Karîm ibn Abi Bakr Ahmad, al-Milal Wa al-Nihal, ta'lîq Shidqi Jamil al-'Athâr, cet. 2, 1422-2002, Dâr al-Fikr, Bairut.

Sulami, al, Abu 'Abd ar-Rahman Muhammad Ibn al-Husain (w 412 H), Thabaqat al-Shûfiyyah, tahqîq Musthafâ 'Abd al-Qâdir 'Athâ, Mansyurat 'Ali Baidlûn, cet. 2, 1424-2003, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, Bairut.

Suyuthi, al, Jalâl al-Dîn 'Abd ar-Rahman ibn Abî Bakr, al-Hâwî Li al-Fatâwî, cet. 1, 1412-1992, Dâr al-Jail, Bairut.

Thabari, al, Târîkh al-Umam Wa al-Mulûk, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, Bairut.

_________, Tafsîr Jâmi al-Bayân 'An Ta'wîl Ay al-Qur'an, Dâr al-Fikr, Bairut

Tim Pengkajian Keislaman Pada Jam'iyyah al-Masyari al-Khairiyyah al-Islamiyyah, al-Jauhar al-Tsamîn Fî Ba'dl Man Isytahara Dzikruhu Bain al-Muslimîn, Bairut, Dâr al-Masyârî', 1423 H, 2002 M.

_________, al-Tasyarruf Bi Dzikr Ahl al-Tashawwuf, Bairut, Dâr al-Masyari, cet. I, 1423 H-2002 M

Thabarâni, al, Sulaiman ibn Ahmad ibn Ayyub, Abu Sulaiman (w 360 H), al-Mu'jam al-Shagîr, tahqîq Yusuf Kamâl al-Hut, Bairut, Muassasah al-Kutuh al-Tsaqafiyyah, 1406 H-1986 M.

_________, al-Mu'jam al-Awsath, Bairut, Muassasah al-Kutub al-Tsaqafiyyah.

_________, al-Mu'jamal-Kabîr, Bairut, Muassasah al-Kutub al-Tsaqafiyyah.

Tirmidzi, al, Muhammad ibn Isa ibn Surah al-Sulami, Abu Îsâ, Sunan al-Tirmidzi, Bairut, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, t. th.

Zabîdi, al, Muhammad Murtadlâ al-Husaini, Ithâf al-Sâdah al-Muttaqîn Bi Syarh Ihyâ' Ulum al-Dîn, Bairut, Dâr al-Turâts al-'Arabi


RADIKALISME SEKTE WAHABIYAH (Mengurai Sejarah dan Pemikiran Wahabiyah) Bag. III
Wednesday, September 05, 2012 12:16 PM
BAGIAN PERTAMA

Pendahuluan

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita sebagai khairu ummah (sebaik-baik umat) yang diutus kepada manusia mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran serta tidak ridha agama Allah diselewengkan. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada pemimpin para muttaqin dan Sayyid al Ghurr al Muhajjalin (pemimpin para umat yang bersinar wajah dan kakinya)[1] sayyidina Muhammad Thoha al Amin dan juga kepada orang-orang yang mengikuti beliau yaitu para walinya yang shalih.

Allah ta'ala berfirman:

Maknanya: "Katakanlah: Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya". (QS. Al Kahfi: 103-104)

Allah juga berfirman:

Maknanya: "Kamu adalah khairu ummah yang diutus kepada manusia, menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah". (QS. Ali Imran: 110)

Rasulullah r bersabda:

?????? ????? ?????????? ???? ?????? ????????? ??????????? ????? ?????? ?????? ?????????? ???????? ???? ???????
Maknanya: "Sampai kapan kalian takut dari menyebut orang yang jahat?! Sebutkanlah dia dengan apa yang ada padanya sehingga manusia bisa mewaspadainya." (Diriwayatkan al Baihaqi).[2]

Rasulullah r juga berkata:

???? ???????? ???????? ?????? ???? ????
Maknanya: "Barang siapa yang menipu kita maka ia bukan golongan kita (bukan termasuk golongan mukmin yang sempurna)". (Diriwayatkan oleh Muslim).[3]

Abu Ali al Daqqaq mengatakan:

?????? ?? ???? ????? ???? 
"Orang yang diam dari kebenaran maka dia adalah syetan bisu".

Saudaraku, tidaklah aneh jika umat Islam memberikan pembelaan terhadap agamanya yang mulia, untuk membuka kedok mereka yang menyimpang dari Islam, kata-katanya penuh dengan racun dan dusta. Karenanya umat berjuang dengan lisan dan tulisan untuk menghilangkan duri-duri yang menghalangi kebenaran agama ini dan membersihkan aqidah nabi Muhammad r dari segala bid'ah dan penyelewengan.

Umat Islam telah banyak menghadapi  berbagai macam badai sejak masa sayyidina Muhammad sampai  pada masa kita sekarang ini. Orang-orang kafir Quraisy telah memerangi nabi Muhammad dan para sahabatnya. Pada masa Abu Bakar al Siddiq terjadi peperangan melawan kemurtadan, pada masa Umar al Faruq muncul Abu Lu'luah seorang Majusi penyebar fitnah. Dan pada masa Ali muncul para pemberontak dan orang-orang Khawarij yang mengkafirkan umat Islam.
Umat Islam memerangi mereka semua, sehingga cobaan semakin bertambah banyak dan berat. Dan setelah sekian lama berlalu, terjadi usaha-usaha penyelewengan terhadap agama Allah, akan tetapi Allah menjaga agama ini dari tipu daya setiap para pengkhianat.

Pada masa sekarang ini dan setelah ratusan tahun berlalu, kaum Khawarij kembali muncul pada abad 12 dengan bentuk serangan yang baru terhadap Islam  yang senantiasa masih kita ingat sampai sekarang. Bahkan bahayanya semakin bertambah. Tidaklah berlebihan jika kita mengatakan bahwa gerakan neo-khawarij ini adalah gerakan yang paling berbahaya yang mengancam Islam dan aqidah umat Islam.

Sejak 250 tahun kolonial Inggris telah menebar fitnah di dunia Islam, yaitu ketika egoisme penjajah dalam upaya menguasai Islam bertemu dengan kecongkaan seseorang yang diperbudak hawa nafsunya, ambisius dalam kekuasaan, tidak nampak kewara'an pada dirinya, dangkal pengetahuan agamanya, dan lebih dikenal sebagai orang yang mengedepankan hawa nafsunya. Kelancanganya dalam melanggar kebenaran merambah pada "mencatut" nama para ulama Islam dan para imam madzhab hingga sampai pada batas pelecehan terhadap sayyidina Muhammad r. Karena dia menganggap tongkat penyanggah dirinya lebih bermanfaat dari Muhammad r. Itulah sebabnya penjajah melihat potensi pada Muhammad ibn Abdul Wahhab sebagai binaan dan menyiapkan untuknya julukan yang baru bagi mata-mata Inggris yang bernama Jefri Hamford. Mereka memberinya julukan imam, mujaddid (pembaharu) al Mushlih (orang yang memperbaiki) dan julukan lainnya pada Muhammad ibn Abdul Wahhab untuk kepentingan penjajahan. Demikianlah pergerakan Wahabiyah tumbuh dengan bersembunyi di balik nama dakwah salafiyah.
Dakwah mereka bermula dari Nejed, hal itu sesuai dengan hadits Rasulullah r:

????? ???????? ?????? ???????????? ???? ???????
"Di sana (Nejed) akan muncul tanduk Syetan" (H.R al Bukhari)[4]

dan riwayat Tirmidzi berbunyi:
 ??????? ???????? ?????? ????????????  
"Dari sana keluar tanduk syetan".[5]

Dalam penyebaran dakwahnya Wahabiyah mengkafirkan setiap orang yang menentang dakwah mereka  dan mereka jadikan hal itu sebagai intrument dakwahnya seperti pengkafiran kepada setiap orang yang bertawassul kepada Allah dengan kemuliaan para nabi, para wali, orang-orang shalih dan lainnnya. Sehingga mereka mengkafirkan penduduk Mesir, Syam, Irak dan Yaman, mereka juga mengkafirkan setiap orang dari penduduk Nejed dan daerah sekitarnya karena bekerja sama dalam perdagangan dengan negara-negara tersebut.

Sebagaimana disebutkan oleh mufti Makkah al Mukarramah Syekh Ahmad Zaini Dahlan[6] bahwa kaum Wahabiyah adalah fitnah bagi umat Islam. Wahabiyah telah melakukan serangkaian kejahatan yang sangat sadis, tidak ada seorangpun yang selamat dari kejahatannya baik orang tua, perempuan maupun anak-anak kecil yang baru dilahirkan. Wahabiyah menyerang al Haramain, mereka tidak menegakkan keharaman (kemuliaan) tanah yang mulia tersebut sehingga mereka merampok harta penduduk al Haramain, memperkosa perempuannya, membunuh ulama, dan orang awamnya dan mencuri peninggalan-peninggalan Nabi yang mulia di Makkah dan Madinah. Semua itu dibawah  kedok memerangi bid'ah dan kesyirikan, inna lillahi wainna ilaihi raji'un.

Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sedikit menjelaskan tentang kejahatan-kejahatan mereka, beliau mengatakan: "Ketika orang-orang Wahabi masuk Thaif mereka benar-benar membunuh manusia secara massal dan membantai yang tua, kecil, rakyat dan gubernur, yang berpangkat, dan yang hina, bahkan mereka menyembelih bayi yang masih menyusu di hadapan ibunya. Mereka masuk ke rumah-rumah, mengeluarkan penghuni rumah dan membunuhnya. Kemudian mereka mendapatkan sekelompok orang yang sedang belajar al Qur'an maka mereka membunuh seluruhnya dan bahkan mereka menyisir setiap kedai dan masjid dan membunuh setiap orang yang berada di dalamnya. Mereka juga membunuh seorang laki-laki yang sedang rukuk atau sujud di dalam masjid sehingga mereka semua binasa. Semoga adzab penguasa langit menimpa mereka".[7] Kemudian beliau mengatakan: "Kemudian mereka juga merampok harta, barang dagangan, perkakas rumah dan kasur, kemudian mereka tumpuk hingga barang-barang yang mereka rampas menggunung di perkemahan mereka. Semuanya mereka tumpuk kecuali kitab, mereka biarkan kitab-kitab tersebut berserakan di jalanan, lorong-lorong jalan dan pasar-pasar. Kitab-kitab tersebut diterpa angin padahal di antara kitab-kitab tersebut ada mushhaf-mushhaf dan ribuan kitab-kitab dari naskah al Bukhari, Muslim dan kitab-kitab hadits, fiqih, nahwu dan lainnya dari semua disiplin keilmuan. Selama berhari-hari kitab-kitab tersebut berserakan terinjak-injak oleh kaki mereka dan tak seorangpun yang mampu mengangkat satu kertaspun darinya. Itulah pernyataan yang kami kutip dari perkataan syekh Dahlan yang membongkar kejahatan yang diperbuat oleh tangan-tangan para "gembel" tersebut.

Sesungguhnya para penjajah ketika mendukung gerakan wahabi yang secara agama menyimpang  jauh dari ajaran Islam dan mempersenjatai serta mendanai mereka tujuannya untuk menancapkan kekuasaannya pada jazirah Arab. Mereka hanyalah ingin menjadikan gerakan wahabi sebagai sentra umat Islam menggantikan al Azhar asy-Syarif yang pada waktu itu banyak mengeluarkan para ulama dan para alumninya  menyebarkan aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.
Sesungguhnya kedok gerakan wahabi dengan berdalih mengenakan pakaian salaf dan mengklaim menjaga tauhid dan aqidah serta menghidupkan ajaran yang dianut oleh para ulama salaf shalih  menjadi racun yang mematikan untuk menggerogoti umat, bahkan bisa langsung sampai pada hati mereka yang akan terus menjalar ke seluruh badan. Racun Wahabiyah bagaikan tumor ganas yamg menggerogoti badan perlahan-lahan. Sungguh tumor dan penyakit seperti ini membutuhkan kepada orang yang ahli dalam mengobatinya. Syukur kepada Allah yang telah membuka kedok gerakan wahabi dan kesesatan mereka melalui penjelasan para ulama dan di antara mereka adalah Syekh al Hafidz Abu Abdurrahman Abdullah ibn Yusuf al Harari al Habasyi -semoga Allah merahmatinya- dan beliau adalah ulama zaman sekarang. Kenikmatan dan karunia hanyalah dari Allah.

Bagi orang yang mau merenungkan sepak terjang gerakan wahabi pasti akan sampai pada kesimpulan bahwa seakan-akan mereka telah menggali kuburan Muhammad ibn Abdul Wahhab dan Ahmad ibn Taimiyah untuk mengeluarkan racun darinya dan menyematkan dalam jasad umat ini. Wahabiyah tidak menganggap keberadaan para ulama kecuali hanya Muhammad ibn Abdul Wahhab dan Ibn Taimiyyah. Mereka menjadikan pendapat keduanya bagaikan nash yang paten tidak boleh di otak atik. Mereka menyerang umat dengan pedang pembodohan dan penyesatan untuk mengkampanyekan ide dari seseorang yang telah dikafirkan oleh para ulama (Ibn Taimiyyah).


[1] Istilah ghurrul muhajjalin adalah sebutan bagi umat Islam yang kelak di akhirat wajah dan kaki mereka bersinar karena bekas air wudhu yang mereka gunakan selama di dunia.

[2] Diriwayatkan oleh al Baihaqi dalam kitab sunannya (Beirut: Dar al Ma'rifah) juz 10 hal. 210

[3] Shahih Muslim: Kitab al Iman: bab sabda Rasul: man ghassana falaisa minna, (Beirut: Dar al Fikr), hal. 101

[4] Shahih al Bukhari: Kitab al Fitan: Bab sabda Nabi al Fitnah min qibali al masyriq, (Beirut: Dar al Ma'rifah) hadits ke. 8094

[5] Sunan al Tirmidzi: Kitab al Manaqib: Bab fi fadhli al Syam wa al Yaman, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyyah) hadits ke.  3953

[6] Ahmad Zaini Dahlan, nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Zaini Dahlan ibn Ahmad Dahlan ibn 'Utsman Dahlan ibn Ni'matUllah ibn 'Abdur Rahman ibn Muhammad ibn 'Abdullah ibn 'Utsman ibn 'Athoya ibn Faaris ibn Musthofa ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Zaini ibn Qaadir ibn 'Abdul Wahhaab ibn Muhammad ibn 'Abdur Razzaq ibn 'Ali ibn Ahmad ibn Ahmad (Mutsanna) ibn Muhammad ibn Zakariya ibn Yahya ibn Muhammad ibn Abi 'Abdillah ibn al-Hasan ibn Sayyidina 'Abdul Qaadir al-Jilani, Sulthanul Awliya ibn Abi Sholeh Musa ibn Janki Dausat Haq ibn Yahya az-Zaahid ibn Muhammad ibn Daud ibn Musa al-Juun ibn 'Abdullah al-Mahd ibn al-Hasan al-Mutsanna ibn al-Hasan as-Sibth ibn Sayyidinal-Imam 'Ali & Sayyidatina Fathimah al-Batuul. Lahir di Makkah pada 1232H/1816M. Selesai menimba ilmu di kota kelahirannya, ia lantas dilantik menjadi mufti Madzhab Syafi'i, merangkap "Syeikh al-Haram" suatu pangkat ulama tertinggi saat itu yang mengajar di Masjid al-Haram yang diangkat oleh Syeikh al-Islam yang berkedudukan di Istanbul, Turki. Diantara murid-murid beliau yang terkenal ialah Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi. Pengarang "I'anathuth-Tholiibn Syarh Fath al-Mu'in karya al-Malibary" yang masyhur, Sayyidil Quthub al-Habib Ahmad ibn Hasan al-Aththas, Sayyid Abdullah az-Zawawi, Mufti Syafiiyyah, Mekah. Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi telah mengarang kitab bernama "Nafahatur Rahman" yang merupakan manaqib atau biografi kebesaran gurunya Sayyid Ahmad. Adapun ulama-ulama Nusantara yang pernah berguru dengan ulama besar ini ialah Syeikh Nawawi Banten, Syeikh Abdul Hamid Kudus (Jawa Timur), Syeikh Muhammad Khalil al-Maduri (Jawa Timur), Syeikh Muhammad Saleh ibn Umar Darat (Semarang), Syeikh Ahmad Khatib ibn Abdul Latif ibn Abdullah al-Minankabawi (Sumatra Barat), Syeikh Hasyim Asy'ari Jombang (Jawa Timur), Sayyid Utsman ibn 'Aqil ibn Yahya Betawi (DKI Jakarta), Syeikh Arsyad Thawil al-Bantani (Banten), Tuan guru Kisa-i' Minankabawi (atau namanya Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh). Di antara karyanya adalah Al-Futuhatul Islamiyyah; Tarikh Duwalul Islamiyyah; Khulasatul Kalam fi Umuri Baladil Haram; Al-Fathul Muibn fi Fadhoil Khulafa ar-Rasyidin; Ad-Durarus Saniyyah fi raddi 'alal Wahhabiyyah; Asnal Matholib fi Najati Abi Tholib; Tanbihul Ghafilin Mukhtasar Minhajul 'Abidin; Hasyiah Matan Samarqandi; Risalah al-Isti`araat; Risalah I'raab Ja-a Zaidun; Risalah al-Bayyinaat; Risalah fi Fadhoilis Sholah; Shirathun Nabawiyyah; Syarah Ajrumiyyah; Fathul Jawad al-Mannan; Al-Fawaiduz Zainiyyah Syarah Alfiyyah as-Suyuthi; Manhalul 'Athsyaan. Wafat di Madinah al Munawarah tahun 1304/1886.

[7] Ahmad Zaini Dahlan, Umara' al Balad al Haram, (Beirut: al Dar al Muttahidah li an-Nasyr), hal. 297-298


RADIKALISME SEKTE WAHABIYAH (Mengurai Sejarah dan Pemikiran Wahabiyah) Bag. II
Wednesday, September 05, 2012 12:13 PM
Daftar Isi


Pengantaar Penerjemah ~ iii
Daftar Isi ~ vii

Bagian Pertama
Pendahuluan ~ 2
Siapakah Muhammad ibn Addul Wahhab Dan Ibnu Taimiyah? ~ 9
Wahhabiyah mengkafirkan umat Islam ~ 16
Manhaj Wahhabiyah ~ 18
Mengenang tiga insiden ~ 25
Sekilas tentang klaim-klaim Wahhabiyah ~ 36
Tantangan ~ 90
Siapa yang dibela oleh Wahabiyah? ~ 91

Bagian kedua
Studi perbandingan aqidah Wahabiyah dan yahudi ~ 96
Pergulatan Ahlussunnah vs Ahlul Bathil ~ 99
Strategi musuh-musuh Islam ~ 99
Al Qur'an membuka "borok" yahudi ~ 101
Aqidah Munjiyah ~ 104
Bagian 1, persamaan aqidah wahabi dan yahudi ~ 112
Perbandingan aqidah wahabi dan yahudi ~ 112
Wahabiyah mengatakan Allah duduk ~ 113
Kesimpulan ~ 118
Bagian 2, Wahabiyah mengatakan Allah berbentuk dan bergambar ~120
Bagian 3, Wahabiyah mengatakan Allah mempunyai wajah ~ 122
Bagian 4, Wahabiyah mengatakan Allah bersuara ~ 125
Bagian 5, Wahabiyah mengatakan Allah mempunyai mulut dan berbicara dengan bahasa ~ 129
Bagian 6, Wahabiyah mengatakan Allah berubah dan baru ~ 132
Bagian 7, Wahabiyah mengatakan Allah memiliki anggota badan ~ 137
Bagian 8, Wahabiyah mengatakan Allah mempunyai kaki dan mata ~ 141
Bagian 9, Wahabiyah mengatakan Allah bertempat dan berarah ~ 144
Bagian 10, Wahabiyah mengatakan Allah bersifat buruk dan tercela ~ 150
Rencana Inggris buat Muhammad ibn Abdul Wahhab ~ 152
Mr. Hamford bertemu Muhammad ibn Abdul Wahhab di Nejed ~ 154
Ibn Abdil Wahhab melaksanakan 4 dari 6 poin ~ 156
Penduduk Makkah lebih tahu tentang sejarah Makkah ~ 157
Bagaimana cara mengetahui orang wahabi? ~ 159
Peringatan ~ 168
Siapa yang disembah oleh Wahhabiyah ~ 171
Ibnu Taimiyah dan yahudi ~ 173
Ibnu Baz dan yahudi ~ 174
Al Albani dan yahudi ~ 175
Al Albani mengatakan: Setiap yang tinggal di Palestina kafir ~ 176
Hammud at-Tuwaijiri dan yahudi ~ 177


RADIKALISME SEKTE WAHABIYAH (Mengurai Sejarah dan Pemikiran Wahabiyah) Bag. I
Wednesday, September 05, 2012 12:11 PM


oleh AQIDAH AHLUSSUNNAH: ALLAH ADA TANPA TEMPAT


Pengantar Penterjemah

Akar "Terorisme" Dalam Peribincangan

Telah banyak ruang diskusi dan karya ilmiyah yang berusaha mencari sebab-sebab munculnya terorisme. Sebagian menemukan benang merah terorisme ada pada kemiskinan dan "kebobrokan" moral. Pertanyaannya sampai seberapa jauh pengaruh kemiskinan dan krisis moral dalam menyebabkan munculnya terorisme?. Krisis moral dan kemiskinan terkadang menjadikan orang berbuat kriminal tetapi pada batasan tertentu, tidak menjadikan tindakannya sebagai ideologi yang mengharuskan dia terus melakukan teror karena ada semangat "balasan kebaikan" (pahala) atas perbuatannya.

Sesungguhnya yang lebih membahayakan dari terorisme yang terbatas (baca kriminalitas) adalah gerakan teror yang muncul dari individu dan kelompok yang mereka sendiri bukanlah orang yang setiap harinya melakukan kriminal atau pembunuhan akan tetapi mereka berpengang teguh pada sebuah ideologi. Mereka menjadikan ideologi tersebut sebagai dasar dalam melakukan gerakan teror dan menjunjung tinggi "nilai-nilai"  yang terdapat pada ideologi tersebut. Terorisme semacam ini akan muncul kapan saja tidak hanya disebabkan karena balas dendam atau counter attack atas perbuatan individu atau kelompok lain.[1]

Sebagian berusaha mencari akar terorisme pada kondisi ekonomi pada negara-negara tingkat tiga yang menurut mereka belum tersentuh oleh peradaban barat yang "menjunjung tinggi" HAM. Tesis ini mengatakan bahwa di antara mereka yang tersangkut masalah-masalah terorisme bukanlah dari kalangan orang kaya atau orang terpelajar yang pernah mengenyam pendidikan barat, karena menurut mereka orang kaya dan terpelajar tidak akan melakukan tindakan picik (teror), apalagi mereka mendapatkan pendidikan HAM di barat.

Inilah yang saya maksudkan dengan ideologi "terorisme" yang diusung oleh individu atau kelompok dengan berkedok agama. Padahal agama Islam mengajarkan kebaikan dan keadilan, dan melarang dari perbuatan munkar dan kejahatan. Karenanya, ketika kita mendengar adanya peristiwa terorisme di beberapa tempat selalu dikaitkan dengan agama Islam. Tuduhan ini pasti ditolak mentah-mentah oleh umat Islam dengan mengatakan bahwa Islam memerangi terorisme. Terkadang tuduhan itu ditujukan kepada sebagian generasi muda Islam yang mempunyai "ghirah Islamiyah" yang tinggi tanpa didasari nilai-nilai ajaran Islam yang benar.

Benar, sedikit tulisan yang mengkupas tentang ideologi "perusak" penyebab perpecahan di antara umat. Ideologi yang berkedok jihad untuk melegitimasi bombing, hijacking dan aksi teror lainnya. Sedikit tulisan yang mengupas masalah ini berdasarkan pendapat para ulama yang mu'tabar untuk memadamkan fitnah mereka.

Tuduhan dan serangan terhadap Islam dari musuh-musuh Islam semakin mengkristal dan bias kepentingan menganggap Islam adalah agama terorisme. Di pihak lain ketika ada usaha untuk mencari akar terorisme dari doktrin-doktrin "radikal" yang ditanamkan kepada generasi muda, muncul reaksi keras dari sebagian umat Islam sendiri dengan berdalih "hilangkan perbedaan ideologi" dan perkokoh "Wahdah al Ummah" dalam menghadapi serangan musuh-musuh Islam".
Jujur, kita memang menginginkan wahwah al Ummat dan segala cara yang dapat merealisasikannya. Akan tetapi jangan sampai hal ini dijadikan oleh sebagian oknum untuk melindungi terorisme. Sebagian berpendapat bahwa membuka tabir masalah ini akan mengamcam kesatuan umat dan masuk dalam kategori ghibah muharramah serta melemahkan umat Islam itu sendiri. Saya berpendapat sebaliknya, bahwa ketika kita diam tidak melakukan tahdzir (menyebutkan kesalahan) terhadap gerakan separatisme mulai dari kepala sampai ekornya, itulah yang akan mengancam tatanan al Wahdah al Islamiyah. "Berbeda dalam kebenaran lebih baik dari pada bersatu dalam kebathilan".

Buku yang ada di tangan pembaca tidak membahas tentang terorisme, akan tetapi buku ini mengupas tentang sebuah ideologi yang memuat doktrin merasa "paling benar sendiri". Siapapun orangnya dan apapun alirannya kalau tidak sepaham dengan mereka maka tergolong kafir, musyrik, sesat, ahli bid'ah, halal darahnya, wajib diperangi dan lain sebagainya. Pasti pembaca dapat menangkap sebuah benang merah kaitan terorisme dengan sebuah ideologi.
Bagian kedua dari buku ini mengupas tuntas tentang kemiripan -kalau tidak mau dikatakan kesamaan- aqidah antara mereka yang mengklaim "Ahlussunnah" atau menamakan dirinya "salafi" dengan berdalih al Qur'an dan hadits serta perkataan "ulama mereka" dengan aqidah Yahudi yang semua tahu kalau mereka di luar Islam. Bahaya laten pasti lebih berbahaya dari yang terang-terangan melawan kita. Musuh dalam selimut jelas lebih susah untuk diketahui dari pada yang mengadakan perlawanan secara frontal. Berarti, kalau ada dua kelompok yang sama aqidahnya, satu terang-terangan melawan Islam sementara yang lain mengatasnamakan Islam, siapakah yang lebih berbahaya?


[1] Ahmad Tamim, Bara'ah al Habib min Ahli al Irhab wa al Takhrib, (Kiev: - , 2005), hal. 6






Sekilas Tentang Klaim-Klaim Wahabiyah (Bag 1)
Wednesday, September 05, 2012 12:07 PM
  • Wahabiyah adalah suatu kelompok yang mengikuti seseorang yang bernama Muhammad ibn Abdul Wahhab  yang muncul di Nejd sejak sekitar 250 tahun yang lalu, dimana Rasulullah rpernah bersabda tentang Nejed:
??????? ???????? ?????? ????????????
Maknanya: "Di sana akan muncul tanduk syetan". (Diriwayatkan oleh al Bukhari).

Muhammad ibn Abdul Wahhab telah menyiapkan kelompok ini sebagai musuh Islam dan mereka mengklaim kelompoknya dengan gerakan salafiyah agar mereka bisa memerangi Islam dengan kedok Islam. Sedangkan guru mereka Muhammad ibn Abdul Wahhab adalah didikan mata-mata penjajah Inggris Jefri Hamford.[1]

  • Gerakan Wahabiyah mempunyai beberapa doktrin dasar dan yang paling berbahaya adalah pengkafiran secara umum pada setiap orang yang berbeda dengan mereka, dan dengan itu mereka juga menghalalkan darah umat Islam dan menjadikannya sebagai payung untuk membentangkan kekuasaannya di jazirah Arabia dan al Haramain (Makkah dan Madinah).[2]
  • Wahabiyah adalah khawarij abad 12, Nabi  bersabda:
???????? ??????? ???? ??????? ???????????? ??????????????? ???????????? ??? ?????????? ?????????????? ????????????? ???? ????????? ??????? ???????? ?????????? ???? ????????????? ??????????? ????????????
Maknanya: "Akan muncul orang-orang dari timur dan mereka membaca al Qur'an yang tidak sampai tenggorokan, mereka melesat keluar dari agama seperti anak panah melesat dari busurnya, tanda-tanda mereka adalah mencukur habis rambut kepalanya". (HR. al Bukhari).[3]

Di antara orang yang menamakan mereka dengan khawarij adalah Imam Ibn 'Abidin al Hanafi[4] dalam hasyiyahnya terhadap kitab Radd al Muhtar.[5] Syekh Ahmad Zaini Dahlan mufti madzhab Syafi'i di Makkah al Mukarramah telah mengutip dari mufti Zabid al Sayyid Abdurrahman al Ahdal, beliau mengatakan tidak perlu menulis sebuah kitab untuk membantah Wahabiyah, tetapi cukup untuk membantah mereka dengan sabda -ShalalAllahu alaihi wasallam- tanda-tanda mereka adalah mencukur rambutnya,[6] sebab hal itu tidak dilakukan oleh seorangpun dari para ahli bid'ah selain mereka.[7]

  • Muhammad ibn Abdul Wahhab: Para ulama pada masanya mentahdzir (mengingatkan kesesatan) dia dan menjelaskan penyimpangan dan kesesatannya,[8] termasuk ayah dan saudaranya yang bernama syekh Sulaiman. Saudaranya mengarang dua risalah dalam membantah Muhammad ibn Abdul Wahhab yang pertama berjudul Fashl al Khithab fi al raddi 'ala Muhammad ibn Abdul Wahhab dan yang kedua berjudul al Shawa'iq al Ilahiyah fi al Raddi 'ala al Wahabiyah. Para gurunya juga ikut mentahdzir (mengingatkan kesesatan) dia seperti syekh Muhammad ibn Sulaiman al Kurdi dalam kitabnya al Fatawa.
  • Muhammad ibn Abdul Wahhab tidak menganggap keberadaan seorang muslimpun di atas bumi selain jama'ahnya dan setiap orang yang menentangnya ia kirim orang untuk membunuhnya di tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena dia mengkafirkan umat Islam dan menghalalkan darah mereka.[9] Kalau ada seseorang yang masuk ke jama'ahnya dan dia telah haji sesuai dengan aturan Islam, ia mengatakan kepadanya berhajilah lagi karena hajimu yang pertama tidak diterima dan belum gugur kewajibannya karena kamu musyrik ketika itu. Apabila ada seseorang yang ingin masuk dalam agamanya, ia mengatakan kepadanya setelah mengucapkan dua kalimah syahadat: bersaksilah pada dirimu sendiri  bahwa kamu dahulu kafir, dan bersaksilah bahwa kedua orang tuamu mati dalam keadaan kafir, dan juga si fulan dan si fulan. Dia juga menganggap bahwa mayoritas ulama sebelumnya kafir, kalau mereka mau mengucapkan syahadat maka dianggap masuk Islam dan apabila tidak maka ia membunuhnya. Dengan lantang ia mengkafirkan umat Islam sejak 600 tahun dan mengkafirkan orang-orang yang tidak mengikutinya, ia menyebut mereka sebagai orang-orang musyrik dan menghalalkan darah dan harta mereka.[10]
  • Sejarah hitam Wahabiyah menjadi saksi bahwa kelompok Wahabi sejak munculnya hingga sekarang tidak pernah berperang kecuali melawan umat Islam. Di antara bukti sejarah itu adalah mereka menyerbu Yordania bagian timur dan menyembelih kaum perempuan dan anak-anak yang mereka temui sehingga total korban berjumlah 2750 orang. Perang ini yang dikenal dengan sebutan perang al Khuya.[11]
  • Wahabiyah menganut aqidah tasybih dan tajsim, dalam kitab Majmu' al Fatawa Ibn Taimiyah mengatakan:

????? ????? ??????????? : ????? ?????????? ??????? ????? ?????????? ??????? ????? ????????? ??????
"Sesungguhnya Muhammad Rasulullah r Tuhannya mendudukkannya di atas "Arsy bersamaNya".[12]

Ia juga mengatakan:

?????????: ????? ????? ???????? ???? ????????? ????? ???????? ????? ?????????
"Sesungguhnya Allah turun dari Arsy akan tetapi Arsy tidak pernah kosong dariNya".[13]
Ia juga menetapkan sifat duduk bagi Allah ta'ala. Semoga Allah melindungi kita dari aqidah seperti ini, maha suci Allah dari yang dikatakan oleh orang-orang kafir.

Sedangkan Ahlussunnah Wal Jama'ah, mereka mensucikan Allah ta'ala dari sifat-sifat makhluk seperti duduk, bersemayam dan bertempat pada satu tempat. Imam Abu Mansur al Baghdadi[14] telah mengutip ijma' ulama atas kemahasucian Allah ta'ala dari tempat, beliau mengatakan:

???????????? ????? ??????? ??? ?????????? ??????? ????? ???????? ???????? ???????
"Mereka (Ahlussunnah) telah sepakat bahwa Allah tidak diliputi oleh tempat dan tidak berlaku baginya zaman".[15]

Imam Ali ibn Abi Thalib mengatakan:

????? ????? ????? ??????? ?????? ?????? ????? ??? ???????? ?????
Maknanya: "Allah ada pada azal dan belum ada tempat dan dia sekarang (setelah ada tempat) tetap seperti semula (ada tanpa tempat)".

Beliau juga mengatakan:

????? ????? ?????? ????????? ?????????? ???????????? ?????? ??????????? ???????? ?????????
Maknanya: "Sesungguhnya Allah menciptakan Arsy untuk menunjukkan kekuasaannya dan tidak menjadikannya sebagai tempat bagi dzat-Nya".[16]


  • Wahabiyah telah mereduksi teks-teks al Qur'an al Karim dan menafsirkan kitab Allah tersebut dengan penafsiran yang sesuai dengan hawa nafsu mereka. Abdul Aziz ibn Baz menafsirkan al Istiwa' dengan bersemayam dan ia mengatakan bahwa orang yang mengingkari penafsiran ini adalah orang Jahmiyah.[17] Apa yang akan  Ibn Baz katakan tentang imam Ahlussunnah al Imam al Baihaqi  rahimahullah   apakah dia menganggapnya sebagai orang jahmiyah atau bukan?! Imam al Baihaqi[18] dalam kitab al I'tiqad telah mengatakan: "Wajib untuk mengetahui bahwa Istiwanya Allah subhanahu wa ta'ala bukanlah istiwa yang berarti tegak dari bengkok, bukan bersemayam pada tempat, bukan menempel pada makhluk-Nya, akan tetapi Allah istiwa atas Arsy'-Nya tanpa disifati dengan sifat makhluk dan tanpa tempat. Allah tidak serupa dengan seluruh makhluk-Nya dan bahwa ityanNya bukan datang dari satu tempat ke tempat yang lain, dan bahwa maji'-Nya juga bukan dengan bergerak, dan bahwa nuzul-Nya bukan dengan berpindah dan bahwa dzat Allah bukan jisim dan bahwa yad-Nya bukan anggota badan, dan 'ain-Nya bukan kelopak mata, tetapi ini semua adalah sifat-sifat yang telah datang secara tauqifi (ditetapkan syara') maka kita mengatakan adanya sifat-sifat itu dan kita menafikan sifat makhluk dari-Nya".[19] Allah ta'ala telah berfirman: (al Ikhlas: 4), (asy Syura; 11).
  • Wahabiyah mengatakan bahwa menafikan dan menetapkan jisim bagi Allah bukanlah termasuk madzhab salaf karena hal itu tidak ada dalam al Qur'an dan sunnah juga tidak ada dalam perkataan para salaf.[20] Penulis anggap ini adalah ketidaktahuan terhadap sang pencipta dan juga tidak mengetahui aqidah yang diyakini para salaf. Diriwayatkan dari sayyidina Ali bahwa beliau mengatakan:
????? ??????? ?????? ???????? ???? ?????????? ????? ?????? ??????? ????? ?????????? ???????? ???????????? ???????? ????? ?????? ??????????? ????? ????????????? ?????????? ????? ????? ?????? ???? ???? ??????
Maknanya: "Sesungguhnya Tuhanku azza wa jalla adalah al Awwal (adanya tanpa permulaan) tidak bermula dari sesuatupun (ada tanpa permulaan), tidak bersama-Nya sesuatupun (tidak bertempat pada sesuatu), tidak dapat dibayangkan (tidak seperti yang dibayangkan oleh wahm), bukan jisim, tidak diliputi oleh tempat dan adanya tidak bermula dari ketidak adaan. "

Kemudian beliau mengatakan:

???? ?????? ????? ???????? ?????????? ?????? ?????? ?????????? ?????????????
Maknanya: "Barang siapa yang menyangka bahwa Tuhan kita mahdud (memiliki bentuk dan ukuran) maka dia tidak mengetahui pencipta yang disembah" (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim).[21]

Apakah orang-orang Wahabiyah tidak mengetahui bahwa imam Ali ibn Abi Thalib adalah sahabat Rasulullah yang masuk Islam pada awal masa dakwah dan apakah mereka juga tidak mengetahui bahwa imam Ahmad ibn Hanbal semoga Allah meridhainya yang mereka klaim bahwa mereka berintisab kepadanya telah mengingkari orang yag mengatakan bahwa Allah itu jisim. Perkataan tersebut dikutip oleh pemuka ulama Hanbali di Baghdad dan juga anak dari pemuka ulama Hanbali Abu al Fadhl al Tamimi, bahkan kita tambahkan kepada orang Wahabi satu perkataan bahwa para ulama salaf telah sepakat atas kufurnya orang yang mengatakan bahwa Allah itu jisim, Imam Ahlussunnah Abu al Hasan al Asy'ari dan beliau termasuk imam salaf dalam kitabnya al Nawadir mengatakan: "Barangsiapa yang meyakini  bahwa Allah itu jisim maka ia tidak mengenal Tuhannya  dan dia kafir kepada-Nya".

  • Wahabiyah menetapkan had (batasan) pada Allah dan mengatakan bahwa orang yang mengingkarinya telah kufur terhadap al Qur'an, dikutip oleh Ibn Taimiyah dari salah seorang mujassimah dan dia menyetujuinya.[22] Ibn Taimiyah juga mengutip perkataan salah seorang mujassimah dan ia membenarkannya: "Umat Islam dan orang kafir telah sepakat bahwa Allah ada di langit dan mereka membatasinya dengan itu".[23]  Padahal imam Abu Ja'far al Thahawi telah mengutip ijma'  umat Islam atas kesucian Allah dari had, beliau mengatakan:
???????? - ??????? ????- ???? ??????????? ???????????? ????????????? ????????????? ????????????? ??? ?????????? ?????????? ???????? ????????? ???????????????
Maknanya: "Maha suci Allah dari batasan-batasn, ujung-ujung, sisi-sisi, anggota badan yang besar dan anggota badan yang kecil dan tidak diliputi oleh arah yang enam seperti keseluruhan makhluk". (makhlukNya diliputi oleh enam arah penjuru sedangkan Allah tidak demikian)

_____ Catatan Kaki_____

[1] Buku catatan Jefri Hamford

[2] Musthafa al Sa'dhan, al Harakah al Wahhabiyah.

[3] Shahih al Bukhari Kitab al Tauhid  bab Qira'ah al Fajir wa al Munafiq, hal. 7562

[4] Ibnu Abidin al Hanafi, nama lengkapnya adalah Muhammad Amin ibn Umar ibn Abdul Aziz 'Abidin ad Dimasyqi. Dilahirkan pada tahun 1198 H di Damaskus. Di antara karya tulisnya adalah Raddul Mukhtar 'Ala ad Durri alMukhtar (Hasyiyah Ibnu 'Abidin), Raf'u al Andzar 'Amma Auradahu al Halabi 'Ala ad Durri alMukhtar, Hasyiayah 'ala al Muthawwal fi al Balaghah, Hawasyi Tafsir al Baidhawi, ar Rahiq al Makhtum fi al Faraid dan lainnya.  Wafat pada 21 Rabi'ul as Tsani tahun 1252 H.

[5] Ibn 'Abidin, Radd al Muhtar 'ala al Durr al Mukhtar, (Beirut: Dar al Fikr), cet. II, Juz. 4, hal. 262

[6] Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Kitab al Sunnah: Bab fi Qital al Khawarij, (beirut: Mu'assasah al Jinan)

[7] Ahmad Zaini Dahlan, Fitnah al Wahhabiyah, (Turki: Wafq al Ikhlas), hal. 54

[8] Fitnah al Wahhabiyah, hal. 4

[9] Muhammad al Najdi, as Suhub al Wabilah, hal. 276

[10] Ahmad Zaini Dahlan, Khulashah al Kalam, hal. 229-230

[11] Koran al Shafa, terbitan 12 Juni 1934 edisi 906 dan juga disebutkan dokumen al Hasyimiyah

[12] Ibn Taimiyah, Majmu' al Fatawa, (Riyadh: Dra 'alm al Kutub), Juz. 4, hal. 384

[13] Majmu' al Fatawa, juz. 5, hal. 131 dan 415

[14] Abu Manshur al Baghdadi, Beliau adalah Abdul Qadir ibn Thahi . Beliau adalah salah satu ulama bermadzhab Syafi'i, di antara muridnya adalah Abu Bakar al Baihaqi, Abul Qasim al Qusyairi.  Di antara karyanya adalah kitab Ushul ad Din dan al Farqu baina al Firaq. Abu Utsman as Shabuni mengatakan: "al ustadz Abu manshur adalah salah seorang imam ulama ushul yang wafat di Isfirayin tahun 429 H".

[15] Abu Manshur al Baghdadi, al Farq bain al Firaq, (Beirut: Dar al Ma'rifah), hal. 333

[16] Al Farq bain al Firaq, hal. 333

[17] Lihat Tanbihat fi al Radd 'ala Man Taawwala al Shifat, (Riyadh: al Riasah al Ammah liidarah al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta'), hal. 84

[18] Al Baihaqi, nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad ibn al Husain ibn Ali ibn Abdullah ibn Musa al Baihaqi al Khusraujirdi. Dilahirkan tahun 384 H. Beliau adalah seorang ulama hadits yang berakidah Asy'ariyah dan bermadzhab Syafi'i, pada masanya beliau tidak ada tandingannya dalam bidang hadits, pemahaman dan kezuhudan. Ad Dzahabi mengatakan: "Apabila al Baihaqi mau membuat madzhab sendiri maka dia bisa membuatnya karena keluasan ilmunya dan pengetahuannya tentang ikhtilaf". Diantara karyanya yang sangat terkenal adalah as Sunan al Kubra, al Asma wa as Shifat, al I'tiqad, Syua'bul Iman, Manaqib as Syafi'i dan lainnya. Wafat pada tahun 458 H.

[19] Al Baihaqi, al I'tiqad, (Beirut: 'Alam al Kutub), hal. 72

[20] Shalih ibn Fauzan dan Ibn Baz, Tanbihat, hal. 34

[21] Lihat Abu Nu'aim, Hilyah al Auliya, juz. 1, hal. 73

[22] Lihat Ibn Taimiyah, Talbis al Jahmiyah, (Makkah al Mukarramah), Juz. 1 hal. 427

[23] Ibn Taimiyah, Muwafaqah Sharih al Ma'qul li Shahih al Manqul, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah), juz. 2, hal. 29-30


Sekilas Tentang Klaim-Klaim Wahabiyah (Bag 2)
Wednesday, September 05, 2012 12:01 PM
Sekilas Tentang Klaim-Klaim Wahabiyah (Bag 2)

  • Wahabiyah menetapkan shurah (bentuk) bagi Allah ta'ala.[1] Bantahan; Al Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibn Abbas, beliau mengatakan:
???????????? ??? ????? ?????? ????? ???????????? ??? ????? ?????
Maknanya: "Berfikirlah kalian pada setiap sesuatu dan jangan kalian berfikir tentang dzat Allah".[2]
Imam Ahmad dalam perkataan yang diriwayatkan oleh imam al Baihaqi dalam kitab I'tiqad al Imam al Mubajjal Ahmad ibn Hanbal mengatakan:

??????? ??????????? ????????? ??????? ????????? ?????? 
Maknanya: "Apapapun yang kamu gambarkan dalam hati kamu maka Allah tidak seperti  itu". (Manuskrip)

  • Wahabiyah mengatakan bahwa sesungguhnya Allah di luar alam, dalam majalah al Haj Abdul Aziz ibn Baz mengatakan:
??????? ????? ????: ????? ????? ???????? ???????? ????? ???????? ????????? ?????? ?????? ??????? ????????? ???? ?????????? ????????? ??????
"Sesungguhnya Allah ta'ala bersemayam di atas arsyNya dengan dzat-Nya dan dia tidak berada di dalam alam, tetapi Allah di luar Alam."[3]

Cukup sebagai bantahan akan hal itu firman Allah ta'ala: (QS. asy Syura: 11) "Laysa Kamitslih Syai'"
Maknanya: "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia".
Dan telah maklum bahwa ittishal (menempel) atau infishal (berpisah) adalah sifat  jisim dan Allah maha suci dari semua itu.

  • Wahabiyah menyerupakan Allah dengan lingkaran yang meliputi alam dari semua arah.[4]
  • Wahabiyah menetapkan kalam dengan huruf dan suara pada Allah. Perkataan ini bertentangan dengan perkataan Abu Hanifah al Nu'man dalam kitab al Fiqh al Akbar:
??????????????? ??? ????????????? ?????? ???????????? ??????????? ?????????????? ??????? ??????????? ????? ??????? ????? ????????
Maknanya: "Dan Allah mempunyai sifat kalam  tidak seperti perkataan kita, kita berkata dengan alat dan huruf, dan kalam Allah tanpa alat dan huruf."[5] 

  • Wahabiyah menisbatkan arah bagi Allah ta'ala. al Albani (pemuka Wahabi) mengatakan dengan berdalih perkataan sebagian orang mujassimah:  Seseorang yang mengatakan bahwa Allah dilihat tidak pada arah hendaklah ia memeriksakan akalnya.[6] Padahal imam Abu Hanifah al Nu'man mengatakan dalam kitab al Fiqhu al Akbar:
??????? ???????? ????? ??? ?????????? ????????? ??????????????? ?????? ??? ?????????? ?????????? ????????????? ????? ??????????? ????? ??????????? ????? ?????????? ????????? ???????? ???????? ??????????
Maknanya: "Dan Allah ta'ala dilihat di akhirat oleh orang-orang mukmin mereka melihatNya sedangkan mereka berada di dalam surga dengan mata kepala mereka tanpa tasybih (penyerupaan) dan tanpa ukuran dan tidak ada jarak antara Allah dan makhlukNya."[7]

Imam al Thahawi dalam kitab aqidahnya yang fenomenal al Aqidah al Thahawiyah mengatakan:

??? ?????????? ?????????? ???????? ????????? ????????????????
"Dan Allah tidak diliputi oleh arah yang enam seperti seluruh makhluk."

Jadi siapa yang mesti memeriksa kesehatan akalnya wahai Wahabiyah, kalian atau para ulama salaf??!

  • Wahabiyah menolak pensucian Allah ta'ala dari kelopak mata, daun telinga, lisan dan tenggorokan. Wahabiyah mengatakan bahwa ini bukan ajaran Ahlussunnah tetapi termasuk pendapat para mutakallim yang tercela.[8]
  • Wahabiyah ketika tidak menemukan dalil dalam kitab Allah dan hadits Rasulullah juga pada perkataan seorang ulama yang mu'tabar dari kalangan ahlusunnah wal jama'ah dan tidak dalam akal yang sehat dalil yang  membuktikan perkataan mereka bahwa Allah bertempat, maka mereka mencari dalilnya dari prilaku anak kecil, Muhammad ibn Jamil mengatakan: "Anak-anak jika kamu bertanya kepadanya dimana Allah maka mereka akan menjawab dengan fitrah mereka yang sehat bahwa dia ada di langit.[9] Bantahan; Kita temukan di sini kelompok Wahabiyah membangun aqidahnya di atas apa yang mereka klaim sebagai fithrah yang sehat yang dimiliki anak-anak. Kebodohan macam apa ini??! Semoga kita mendapatkan pemahaman yang benar.
  • Wahabiyah mengingkari takwil secara mutlak meskipun baik tujuan orang yang mentakwil. Bahkan mereka menyebut orang yang mentakwil dengan penghancur.[10] Bantahan; Apa yang mereka katakan tentang hadits Rasulullah shallAllahu 'alaihi wasallam kepada sayyidina Ibn Abbas[11] juru bicara al Qur'an:
????????? ????????? ??????????? ???????????? ??????????
Maknanya: "ya Allah ajarkanlah hikmah kepadanya dan takwil al Qur'an". (HR. Ibn Majah).[12]

Seandainya orang-orang Wahabiyah mau berpegang pada firman Allah: QS. asy Syura: 11,
Atau jangan-jangan mereka menganggapnya ayat ini juga menjelaskan tentang tasybih?. Maha suci Allah dari apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir. Apakah mereka yang mengaku berpegang pada aqidah salaf shalih lupa dengan perkataan imam Abu Ja'far al Thahawi yang dikutip dalam kitab aqidahnya yang terkenal dan menjadi referensi para ulama salaf, beliau mengatakan:

????????  -??????? ????- ???? ??????????? ???????????? ????????????? ????????????? ????????????? ??? ?????????? ?????????? ???????? ????????? ???????????????
Maknanya: "Maha suci Allah dari batasan-batasn, ujung-ujung, sisi-sisi, anggota badan yang besar, anggota badan yang kecil dan tidak diliputi oleh arah yang enam seperti keseluruhan makhluk".
  • Ibn Baz dalam fatwa nomor 19606 tanggal 24/4/1418 mengatakan: "Sesungguhnya mentakwil nash-nash yang ada dalam al Qur'an dan sunnah tentang sifat-sifat Allah azza wa jalla adalah bertentangan dengan pendapat yang disepakati (ijma') oleh umat Islam dari masa sahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti ajaran mereka sampai  pada masa sekarang ini." Bantahan; Ijma' yang mana yang dikutip Ibn Baz? padahal al Nawawi dalam syarh Muslim mengutip perkatan al Qadhi 'Iyadh: "Tidak ada perbedaan pendapat di antara umat Islam seluruhnya yang ahli fikih, ahli hadits, ahli kalam dan orang-orang yang semisal dengan mereka serta orang-orang yang bertaklid pada mereka bahwa lafadz dhahir yang terdapat dalam al Qur'an dengan menyebut Allah ta'ala di langit seperti firman Allah ta'ala: "a-amintum man Fis sama'", dan semacamnya maknanya bukanlah seperti dhahirnya akan tetapi seluruhnya ditakwilkan."[13]
Ini adalah ijma' Ahlussunnah Wal Jama'ah dalam menetapkan bolehnya takwil. Sedangkan ijma yang diklaim oleh Ibn Baz dalam menafikan takwil adalah ijmanya ahli tasybih dan tajsim mulai dari munculnya  mereka sampai sekarang. Di antara kebodohan orang ini adalah bahwa setelah ia mengutip suatu ijma' kemudian dia menentang ijma' itu sendiri dengan ijma' bohongan yang dia klaim. Hal ini disebutkan dalam majalah al Haj.[14] Dia mentakwil firman Allah ta'ala: "Wa Huwa Ma'akum Aynama Kuntum"; dengan ilmu. Dan betapa celakanya orang yang buta menurutmu wahai Ibn Baz. Ketika kamu mengklaim ijma' yang melarang takwil, terlewatkan olehmu firman Allah ta'ala yang mengatakan: "Wan Kana Fi Hadzihi A'ma Fa Huwa Fil Akhirati A'ma Wa Azhallu Sabila"; Maknanya jika tidak dita'wil akan seperti ini:  "Dan barangsiapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)". Jadi menurutnya orang yang buta di dunia akan lebih celaka di akhirat.
  • Wahabiyah mengatakan tentang firman Allah ta'ala: "Kullu Syai' Halikun Illa Wajhahu"; bahwa takwil dalam ayat ini tidak diucapkan seorang muslimpun.[15] Padahal imam al Bukhari mentakwil ayat ini, beliau artikan kecuali kekuasaannya.[16] Sebagaimana juga imam Sufyan al Tsauri[17] juga mengatakan:
?????? ??? ????????? ???? ?????? ????? ???? ??????????? ????????????
"Kecuali sesuatu yang dilakukan dengan mencari ridha Allah berupa amal perbuatan yang baik".


_____ Catatan Kaki _____

[1] Lihat al Tanbihat, hal. 69

[2] Al Baihaqi, al Asma' wa al Shifat, (Beirut: Dar Ihya' Turats al 'Arabi), hal. 420

[3] Majalah al Haj edisi Jumadil Ula 1415 H, hal. 73-74

[4] Lihat perkataan al Albani, Shahih al Targhib wa al Tarhib, (Beirut: Zuhair al Syawisy), juz. 1, hal, 116

[5] Mulla Ali al Qari, Al Fiqh al Akbar (dicetak sekalian syarahnya), (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah),  hal. 58

[6] Syarh al Aqidah al Tahawiyah, syarh wa ta'liq al Albani, (Beirut: Zuhair al Syawisy), hal. 27

[7] Al Fiqh al Akbar, hal. 136-137

[8] Tanbihat, hal. 19

[9] Muhammad ibn Jamil Zainu, Taujihat Islamiyah, (Kementerian Wakaf Saudi Arabia), hal. 22

[10] Al Albani, Syarh al Thahawiyah, hal. 18 dan Ibn Baz, al Tanbihat, hal. 34-71

[11] Ibnu  Abbas beliau adalah seorang sahabat yang mulia, seorang ulama yang luas ilmunya, tarjamanu al Qur'an (juru bicara al Qur'an), pemimpin para ahli tafsir,  anak paman Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-. Nama lengkapnya Abu al Abbas Abdullah Ibn Abbas ibn Abdul Muththalib Syaibah ibn Hasyim ibn Abdi Manaf al Qurasyi al Hasyimi. Lahir 3 tahun sebelum Hijrah dan ketika Rasulullah wafat beliau masih berumur 13 tahun, meskipun demikian beliau telah mendapatkan ilmu dan kebaikan sangat banyak. Sayyidina Umar ibn Khaththab mengatakan pada beliau: "Kamu telah menjadi pemuda kami, yang paling baik akalnya dan yang paling memahami terhadap kitab Allah". Rasulullah pernah berdo'a untuknya: "Ya Allah fahamkanlah dia agama dan ajarkanlah kepadanya takwil al Qur'an". Wafat tahun 68 H dalam umur 71 tahun di Thaif.

[12] Sunan Ibn Majah: al Muqaddimah: bab fi Fadhail Ashhab Rasulillah: Fadhl Ibn Abbas, (al Maktabah al Ilmiyah), hal. 166

[13] Al Nawawi, Syarh Shahih Muslim, (Beirut: Dar Fikr), Juz.5 hal.24

[14] Majalah al Haj, edisi Jumadil Ula 1415H, hal. 74

[15] Al Albani, al Fatawa, hal. 523

[16] Shahih al Bukhari, Kitab al Tafsir: Bab Surat al Qashash

[17] Sufyan At Tsauri, nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Sufyan ibn Sa'id ibn Masrur ibn Hubaib at Tsauri. Dilahirkan di Kufah tahun 97 H, guru beliau mencapai 600 orang diantaranya adalah Abu Hurairah, Jarir ibn Abdullah, Ibnu Abbas dan lainnya. Diantara karyanya adalah Kitab al Jaami'. Syu'bah mengatakan: " Sufyan at Tsauri adalah amirul Mu'minin dalam bidang hadits". Wafat pada tahun 161 H pada usia 64 tahun.


Sekilas Tentang Klaim-Klaim Wahabiyah (Bag 3)
Wednesday, September 05, 2012 11:56 AM
  • Imam Nawawi  -rahimahullah- dalam syarh Muslim mengutip adanya dua metode takwil: pertama; madzhab salaf yaitu takwil ijmali (menyerahkan maknanya pada Allah) dan kedua; madzhab khalaf yaitu takwil tafshili (dengan menjelaskan maknanya yang sesuai dengan keagungan Allah), sedangkan Ibn Baz dalam bantahannya terhadap sebagian orang yang menta'wil mengatakan: Pembagian ini menurut yang saya ketahui tidak pernah ada seorangpun yang mengatakan.[1] Perkataannya ini adalah bukti kebodohannya terhadap apa yang disebutkan oleh para ulama.
  • Wahabiyah mengakui keazaliahan jenis alam dan Ibn Taimiyah telah menyebutkan keyakinan tersebut dalam lima kitabnya.[2]
  • Wahabiyah meyakini neraka akan punah dan adzab orang kafir yang ada di dalamya akan habis.[3]
  • Wahabiyah mengatakan bahwa Abu jahal dan Abu Lahab lebih bertauhid dan lebih murni imannya dari pada umat Islam yang bertawassul kepada Allah dengan para nabi, para wali dan orang-orang shalih.[4] Sungguh mengherankan pernyataan ini, bagaimana bisa diterima oleh akal orang yang sudah nyata-nyata musyrik dikatakan lebih murni imannya dari pada orang mukmin yang bertawassul kepada Allah dengan para nabi dan orang shalih, Maha suci engkau ya Allah, sungguh ini adalah kesesatan yang nyata. Berarti, mereka telah menjadikan Abu Jahal lebih mulia dari para sahabat, tabi'in dan para pengikut tabi'in  dan seterusnya, karena terbukti bahwa para sahabat bertawassul dengan nabi r, demikian juga para tabi'in, dan umat Islam senantiasa bertawassul dengan Rasul sampai sekarang ini karena memang Rasulullah mengajarkannya. Sebagaimana beliau memerintahkan orang buta yang datang mengadu kepadanya akan penglihatannya yang hilang untuk berdo'a dengan tawassul:

?????????? ?????? ?????????? ????????????? ???????? ???????????? ????????? ??????? ???????????

Dan hadits ini adalah shahih menurut ulama hadits. Pernyataan golongan Wahabiyah telah menyesatkan umat, seakan-akan mereka mengatakan: tidak ada Islam kecuali jama'ah mereka. Mereka mencabut status Islam dari umat.
Hal ini dikuatkan oleh cerita yang disebutkan oleh Haji Ahmad al Na'imi al Halabi beliau mengatakan: Aku pada tahun 1987 di Saudi Arabia di kota Abha di masjid Jami' al Syurthah pada hari Jum'at, seorang khatib Wahabi bernama syekh Jasir berdiri dan berkata di atas mimbar kepada hadirin yang berada di dalam masjid: demi Allah hanya kalianlah umat Islam, dan tidak ada di timur dan di barat seorang muslim kecuali kalian dan sisanya selain kalian adalah orang-orang kafir dan musyrik. Semua timur dan barat telah menjadi musyrik.

  • Wahabiyah mencela empat madzhab yang telah disepaki oleh umat Islam mereka mengatakan bahwa para pengikut madzhab telah memecah belah umat dan bahwa taqlid pada salah satu madzhab adalah inti kesyirikan. Orang yang mengikuti satu madzhab saja dalam satu masalah, maka ia adalah seorang yang fanatik buta, dan orang yang taklid buta telah keluar dari agama karena ia mengikuti hawa nafsunya, dan menjadi bagian dari hizb al syaithan (golongan syaithan) dan budak hawa nafsu sehingga hilang cahaya keimanan dalam hatinya.[5]
  • Wahabiyah mengkafirkan Ahlussunnah Wal Jama'ah, mereka mengkafirkan Asya'irah dan Maturidiyah dan menganggapnya sebagai kelompok yang sesat dan bahwasanya Asy'ariyah Maturidiyah reinkarnasi muktazilah.[6] Cukup bagi kita untuk merenungkan perkataan imam al Hafidz Muhammad Murtadha al Zabidi:[7]
????? ???????? ?????? ?????????? ?????????????? ???????????? ?????? ????????????? ?????????????????????

"Apabila dikatakan Ahlussunnah Wal Jama'ah maka yang dimaksud adalah al Asya'irah dan al Maturidiyah".[8]

  • Kelompok Wahabiyah menuduh tarekat sufi dengan kesyirikan. Mereka menganggap bahwa tarekat sufi sebagai biang keladi terpecahnya umat Islam. Bahkan lebih dari itu, karena sangat bencinya mereka terhadap kaum sufi sampai mereka mengatakan: "Wahai umat Islam, Islam kalian tidak akan bermanfaat kecuali jika kalian terang-terangan memerangi tarekat dan memberantasnya, -sampai perkataan mereka-: perangilah kaum sufi sebelum kalian memerangi Yahudi."[9] Dengan tuduhan syirk dan nifak terhadap kaum sufi yang shadiqah, berarti  Wahabiyah telah mengkafirkan ratusan juta umat Islam dari  timur hingga barat dari masa Abu Bakar al Shiddiq  kemudian masa para imam madzhab empat dan ulama-ulama lainnya yang shalih seperti imam Junaid al Baghdadi[10], imam Ahmad al Rifa'i[11], Imam Abdul Qadir al Jilani[12], sultan ulama al 'Iz Ibn Abd as Salam[13] dan ulama-ulama lainnya sampai masa kita sekarang ini. Sesungguhnya dasar-dasar tasawwuf adalah al Qur'an dan sunnah, tasawwuf mengajarkan zuhud, wara', taqwa, dan ibadah. Jalan kebaikan dan juga cara untuk menyebarkan kebaikan kepada umat Islam. Imam Syafi'i[14] mengatakan:
???? ????????? ?????????? ??? ????????        ?????? ??????? ??????????? ???? ???????

-Jadilah kamu seorang ahli fikih yang sufi bukan pengikut wahdah al wujud[15]
-Sesungguhnya demi Tuhan ka'bah, aku memberi nasehat kepada mu.[16]

  • Termasuk celaan mereka kepada para wali adalah tuduhan mereka bahwa para wali tersebut telah mencoreng wajah Islam dengan pengakuan munculnya karamah.[17] Ini mereka lakukan karena mereka sendiri tidak mengakui adanya karamah.[18] (dan mereka tidak akan pernah mencapai derajat itu)
Mengapa mereka mengingkari apa yang telah Allah berikan kepada para wali yang shalih??? Bukankah Allah berfirman:
"Ala Inna Awliya' Allah La Khaufun Alayhim Wa La Hum Yahzanun",
Maknanya: "Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati".

Jelas, karena di antara mereka tidak ada yang muncul darinya karamah. Bagaimana mungkin akan muncul karamah dari orang yang aqidahnya sesat!!!

  • Wahabiyah mengkafirkan para wali Allah seperti al Badawi, al Dasuqi. Mereka mengatakan bahwa mereka (para wali tersebut) hanya dikenal di antara orang-orang musyrik. Bahkan mereka dengan nada menghina mengatakan; ada segolongan kaum yang dimakamkan di Syam yang sandal mereka lebih mulia dan lebih terhormat dari al Badawi dan ad Dasuqi.[19]
  • Wahabiyah mengklaim bahwa Adam, Syits, dan Idris bukanlah nabi.

______ Catatan Kaki ______

[1] Al Tanbihat, hal. 17

[2] Lihat kitab Muwafaqah Sharih al Ma'qul, Juz. 1, hal. 245 dan juz.2, hal. 75, kitab Minhaj al Sunnah, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah), Juz.1, hal. 109 dan 223, kitab Naqd Maratib al Ijma', hal. 168, kitab Sayrh Hadits Imran ibn Husain, hal. 193, dan Majmu al Fatawa, Juz. 18 hal.239. semua kitab tersebut karya Ibn Taimiyah yang oleh golongan Wahhabi disebut sebagai Syekh Islam.

[3] Ibn al Qayyim, Hadi al Arwah ila Bilad al Afrah, (Ramadi li al Nasyr), hal. 582 dan 591

[4] Muhammad Basyamil, Kaifa Nafhamu al Tauhid, hal. 16

[5] Muhgammad Sulthan al Ma'shumi, Hal al Muslim Mulzamun bit tiba'i Madzhaibn Mu'ayyanin, hal. 38 dan 76.

[6] Abdur Rahman al Syekh, Fath al Majid, dicetak oleh asosiasi mereka yang bernama Jam'iyyah Ihya' Turats al Islami, hal. 353

[7] Muhammad Murtadha Az Zabidi al Husaini,  berasal dari keluarga Zaid ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Beliau adalah penutup para Huffadz di Mesir, bermadzhab Hanafi, bersuluk Naqsyabandiyah dan berakidah Asy'ariyah, dilahirkan pada tahun 1145 H. Wafat pada bulan Sya'ban 1205 H setelah shalat Jum'at di Masjid al Kurdi dekat rumahnya.

[8] Muhammad Murtadha az Zabidi, Ithaf al Sadah al Muttaqin bi Syarh Ihya' Ulum al Din, (Beirut: Dar al Fikr), Juz. 2, hal. 6

[9] Ali ibn Muhammad ibn Sinan, al Majmu' al Mufid, hal. 55

[10] Al Junaid, namanya adalah Abul Qasim al Junaid ibn Muhammad ibn al Junaid an Nahawandi al Baghdadi al Qawariri. Beliau adalah pemimpin para ulama sufi yang memiliki banyak karamah. Sanad semua tarekat kebanyakan lewat beliau. Beliau mengatakan: "Tarekat kita  diikat dengan al kitab dan sunnah". Para penulis datang ke majlisnya karena lafadznya, para ahli filsafat datang karena ketelitian ucapannya, para ahli syair datang karena kefasihannya, ahli kalam datang karena makna ucapannya. Sejak kecil perkataan beliau penuh dengan hikmah.

[11] Ahmad ar Rifa'i, nama lengkapnya adalah Abu al Abbas Ahmad ar Rifa'i al Kabir ibn as Sulthan Ali Abil Hasan ibn Yahya al Maghribi ibn ats Tsabit ibn al Hazim ibn Ahmad ibn Ali ibn Abu al Makarim Rifa'ah al Hasan Ibn al Mahdi ibn Muhamamd Abul Qasim ibn al Hasan ibn al Husain Ahmad ibn Musa at Tsani ibn Ibrahim al Murtadha ibn Musa al Kadhim ibn Ja'far as Shadiq ibn Muhammad al Baqir, ibn Zainal Abidin Ali ibn al Husain Ibn Ali ibn Abi Thalib. Dilahirkan pada tahun 512 H di Irak. Beliau adalah perintis tarekat Rifa'iyah, bergelar Abu al 'Alamain karena keluasan ilmunya dalam ilmu dhahir dan ilmu bathin. Aktifitasnya, setiap hari beliau selalu mengajar dan setiap hari Kamis memberi nasehat. Dalam majlisnya, ribuan orang kafir masuk Islam, dan ribuan orang bertaubat dari dosa-dosanya. Karamahnya yang sangat terkenal adalah mencium terhadap tangan Rasulullah yang mulia. Beliau terkenal sebagai seorang yang sangat tawadhu dan sangat mulia akhlaknya terhadap sesama manusia. Beliau adalah bapak bagi anak-anak yatim, penyejuk bagi orang-orang miskin, memberi makan para janda sebelum mereka minta, memperhatikan orang-orang yang membutuhkan dan tidak mengabaikannya, mengumpulkan kayu bakar dan membagikannya pada para janda, orang-orang miskin, orang-orang yang sedang sakit dan orang-orang tua. Seringkali beliau datang ke rumah orang-orang yang sakit menahun untuk mennyucikan bajunya dan membawakannya makanan  serta makan bersama mereka dan mendo'akan kesembuhan untuk mereka. Wafat pada umur 66 tahun pada hari kamis tanggal 12 jumadil Ula tahun 578 H.

[12] Abdul Qadir Al Jilani', nama lengkapnya adalah Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa ibn Abi Abdillah ibn Yahya az Zahid ibn Muhammad ibn Dawud ibn Musa ibn Abdullah ibn  Musa al Jun ibn Abdullah al Mahdli ibn al Haasan al Mutsani ibn Ali Ibn Abi Thalib. Lahir pada tahun 471 H, masuk Baghdad pada tahun 488 ketika berumur 18 tahun. Ibnu Sam'ani mengatakan: "beliau adalah imam para ulama Hanbali pada masanya, ahli fikih, shalih, banyak berdzikr, senantiasa berfikir". Sejak umur 25 tahun beliau sudah duduk sebagai pemberi nasehat dan diterima oleh semua orang. Wafat di Baghdad pada tanggal 10 Rabi'ul akhir tahun 561 H , makamnya senantiasa di ziarahi dan dibuat tabarruk sampai sekarang. Beliau adalah seorang ulama yang majlisnya di datangi pengunjung yang sangat banyak, dalam satu majlis mencapai sekitar 70 ribu pengunjung dan apabila beliau telah duduk di atas kursi, maka tidak ada seorang yang berani berbicara karena wibawa beliau yang sangat besar. Dan pelajaran beliau dapat didengar oleh orang yang jauh sebagaimana didengar oleh orang yang dekat jaraknya dengan beliau. Beliau adalah perintis tarekat Qadiriyah yang dianut oleh sebagian umat Islam di dunia.

[13] Al 'Iz Ibn Abdissalam, nama lengkapnya adalah Abdul Aziz ibn Abdissalam ibn Abul Qasim ibn Hasan ibn Muhammad ibn Muhadzdzab as-Sulami. Dilahirkan tahun 577 H . Beliau adalah murid al Imam Fakhruddin Ibn Asakir, al Amidi dan lainnya. Beliau dikenal sebagai sultannya para ulama dan berakidah Asy'ariyah. Ibn Daqiq al 'Iid mengtakan: Al 'Iz ibn Abdissalam adalah salah satu tiangnya para ulama". Ibn al Hajib mengatakan: Ibn Abdissalam lebih luas pemahamannya dari al Ghazali". Wafat pada tahun 660 H.

[14] Imam Syafi'i, nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Idris ibn al Abbas ibn Utsman ibn Syaafi' ibn as Saib ibn 'Ubaid ibn Abdi Yazid ibn Hasyim ibn Abdul Muththalib ibn Abdi Manaf. Beliau adalah seorang dari suku Quraisy Hasyimi Muththalibi. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada Abdu Manaf. Dilahirkan di Gaza tahun 150 H, tahun wafatnya imam Abu Hanifah. Imam Syafi'i tumbuh pada keluarga yang fakir dan ayahnya telah meninggal sejak beliau masih kecil, sehingga beliau dibawa ibunya ke Makkah untuk menjaga kemulyaan nasabnya. Telah hafal al Qur'an sejak kecil, selanjutnya beliau menghafal hadits nabi dan pergi ke kampung kabilah Hudzail selama 10 tahun untuk belajar kaidah-kaidah bahasa Arab. Di Makkah pada awalnya beliau belajar Syair, sastra kemudian berpaling pada fikih dan ilmu, selanjutnya beliau ke Madinah untuk belajar pada imam Dar al Hijrah imam Malik ibn Anas. Selanjutnya beliau ke Irak pada umur 34 tahun belajar pada Muhammad ibn al Hasan as Syaibani sahabat Abu Hanifah, sehingga tergabunglah pada diri beliau fikih hijaz yang kuat dengan naqlnya dan fikih Irak yang kuat akalnya. Ibnu Hajar mengatakan: telah berkumpul pada as Syafi'i ilmu ahli ra'yi dan ilmu ahli al hadits". Wafat di Mesir pada malam Kamis akhir Rajab tahun 204 H pada umur 54 tahun.

[15] Aqidah wahdatul wujud adalah aqidah sesat yang meyakini bahwa Allah adalah keseluruhan alam ini dan makhluk yang ada di alam adalah bagian dari Allah.

[16] Al Syafi'i, al Diwan, hal. 34

[17] Al Albani, al Ghifari, hal. 18

[18] Ahmad ibn Hajar al Buthami, al Ajwibah al Jaliyyah, hal. 128

[19] Ahmad al Badawi adalah salah seorang sufi kenamaan di daerah Mesir, sedangkan al Dasuqi adalah pengarang kitab Aqidah Dasuqiyah, beliau berasal dari dataran maghrib.


Allah tidak dikatakan bagi-Nya "di luar", "di dalam", "menempel", dan atau "terpisah"
Wednesday, September 05, 2012 10:01 AM
al-Waliyy as-Shalih al-'Allamah asy-Syahid asy-Syaikh Nizar Halabi. Wafat dalam keadaan syahid karena menegakan Aqidah Rasulullah (Shallallahu Alayhi Wa Sallam)
oleh AQIDAH AHLUSSUNNAH: ALLAH ADA TANPA TEMPAT

Kaum Musyabbihah (wahabi sekarang) memiliki kerancuan yang sangat menyesatkan, menyebutkan jika Allah ada tanpa tanpa tempat dan tanpa arah berarti sama dengan menafikan wujud Allah. Kemudian dari kesesatan mereka ini, mereka menarik kesimpulan sesat lainnya, mereka berkata: "Pendapat yang mengatakan bahwa Allah tidak di dalam alam ini, juga tidak di luar alam ini adalah pendapat yang sama saja dengan menafikan wujud Allah".

Cukup untuk membantah kesesatan mereka ini dengan mengatakan bahwa Allah bukan benda; Dia bukan benda berbentuk kecil juga bukan benda berbentuk besar. Dan oleh karena Dia bukan benda maka keberadaan-Nya dapat diterima bahwa Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah. Tidak dikatakan bagi-Nya di dalam alam ini, juga tidak dikatakan bagi-Nya di luar alam ini. Inilah keyakinan yang telah ditetapkan oleh para ulama terkemuka dikalangan Ahlussunnah dari empat madzhab. Dan inilah pula keyakinan kaum Asy'ariyyah dan kaum al-Maturidiyyah sebagai kaum Ahlussunnah Wal Jama'ah, di mana mereka telah menetapkan keyakinan tentang kesucian Allah dari menyerupai makhluk-Nya, yang didasarkan kepada firman-Nya dalam QS. asy-Syura: 11. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Allah dengan semua sifat-sifat-Nya sama sekali tidak sama dengan makhluk-Nya. Sifat-sifat makhluk seperti; baru, gerak, diam, berkumpul, berpisah, bertempat, menempel dengan alam, terpisah dari alam, dan lainnya, ini semua adalah sifat-sifat yang mustahil bagi Allah.

Al-Imâm al-Hâfizh Ibn al-Jawzi al-Hanbali dengan sangat tegas mengatakan bahwa Allah tidak boleh disifat dengan menempel atau terpisah dari sesuatu. Simak tulisan beliau berikut ini:

"Bila ada yang berkata bahwa menafikan arah dari Allah sama saja dengan menafikan keberadaan-Nya, kita jawab kesesatan ini: "Jika kalian berpendapat bahwa segala yang ada itu harus menerima sifat menempel dan terpisah maka pendapat kalian ini benar, namun demikian bahwa Allah mustahil dari sifat menempel dan terpisah juga benar dan dapat diterima. Jika mereka berkata: "Kalian memaksa kami untuk menetapkan sesuatu yang tidak dapat dipahami!", kita jawab: "Jika kalian bermaksud dengan sesuatu yang dapat dipahami itu adalah adalah sesuatu yang dapat dikhayalakan dan digambarkan oleh akal, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak boleh dibayangkan seperti itu karena Allah bukan benda yang memiliki bentuk dan ukuran. Sesungguhnya, segala apapun yang dikhayalkan dan digambarkan oleh akal pastilah merupakan benda yang memiliki warna dan memiliki ukuran, karena khayalan dan gambaran akal itu hanya terbatas pada segala sesuatu yang diindra oleh mata. Khayalan dan gambaran akal ini tidak dapat membayangkan apapun kecuali segala apa yang pernah diindra oleh mata karena gambaran adalah buah dari penglihatan dan indra". Kemudian jika mereka berkata bahwa pemahaman tersebut tidak dapat diterima oleh akal, maka kita jawab: "Telah kita jelaskan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah dapat diterima oleh akal. Dan sesungguhnya akal sehat itu tidak memiliki alasan untuk menolak terhadap sesuatu yang logis. Ketahuilah, ketika anda tidak dapat meraih apapun dalam pikiran anda kecuali sesuatu yang pasti merupakan benda atau sifat-sifat benda maka dengan demikian secara logis nyatalah akan kesucian Allah dari dari menyerupai makhluk-Nya. Dan jika anda mensucikan Allah dari segala apa yang ada dalam pikiran dan bayangan anda maka seharusnya demikian pula anda harus mensucikan adanya Allah dari tempat dan arah, juga mensucikan-Nya dari perubahan atau berpindah-pindah" (Lihat al-Bâz al-Asyhab, h. 59).

Dalam pembahasan ini, setelah penjelasan yang sangat luas, asy-Syaikh Ibn Hajar al-Haitami berkata sebagai berikut:

"Karena itu al-Ghazali mengatakan bahwa keharusan dari sesuatu yang memiliki sifat menempel dan terpisah adalah bahwa sesuatu tersebut pastilah merupakan benda dan pasti membutuhkan kepada tempat. Dan dua hal ini; menempel dan terpisah tentunya tidak boleh dinyatakan bagi Allah karena Dia bukan benda. Pendekatannya, seperti benda keras (al-jamâd; semacam batu) tidak kita katakan bahwa benda itu pintar juga tidak kita katakan bahwa dia itu bodoh, karena tuntutan dari adanya sifat ilmu adalah keharusan adanya sifat hidup. Dan jika sifat hidup itu tidak ada (seperti batu tersebut) maka secara otomatis dua hal tersebut; yaitu pintar dan bodoh juga dinafikan darinya" (lihat al-I'lâm Bi Qawâthi' al-Islâm pada tulisan pinggir (hâmisy) kitab al-Zawâjir, j. 2, h. 43-44).

Al-Imâm al-Hâfizh an-Nawawi dalam kitab Raudlah al-Thâlibin dalam kutipannya dari pernyataan al-Imâm al-Mutawalli berkata: "... atau apa bila seseorang menetapkan sesuatu bagi Allah yang secara Ijma' telah ditetapkan bahwa sesuatu tersebut dinafikan dari-Nya, seperti menetapkan warna, menempel, dan terpisah, maka orang ini telah menjadi kafir" (Lihat Raudlah al-Thalibîn, j. 10, h. 64).

Anda lihat kutipan al-Imâm an-Nawawi dari al-Imâm al-Mutawalli bahwa seorang yang mensifati Allah dengan sifat-sifat benda telah menjadi kafir. Perlu anda ketahui bahwa al-Imâm al-Mutawalli ini adalah seorang yang telah mencapai derajat Ash-hâb al-Wujûh dalam madzhab Syafi'i; adalah derajat keilmuan yang sangat tinggi, satu tingkat di bawah derajat para Mujtahid Mutlak.

Penulis kitab ad-Durr ats-Tsamîn Wa al-Maurid al-Mu'în, seorang alim terkemuka, yaitu asy-Syaikh Muhammad ibn Ahmad Mayyarah al-Maliki, menuliskan sebagai berikut:

"al-Imâm al-'Alim Abu Abdillah Muhammad ibn Jalal pernah ditanya apakah Allah tidak dikatakan di dalam alam ini juga tidak dikatakan di luarnya? yang bertanya ini kemudian berkata: Pertanyaan ini; yaitu Allah tidak di dalam alam juga tidak di luar alam telah kami dengar dari beberapa guru kami. Ada sebagian orang yang menyanggah hal ini dengan mengatakan bahwa pernyataan tersebut sama juga menafikan dua keadaan yang berlawanan. Ada pula sebagian orang yang mengatakan bahwa Dia Allah adalah segala sesuatu dalam pengertian bahwa Allah menyatu dengan alam. Pendapat terakhir ini disebut-sebut sebagai pendapat al-Imâm al-Ghazali. Ada pula pendapat sebagian orang menyatakan bahwa pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang rancu dan sia-sia, serta tidak layak dipertanyakan demikian bagi Allah. Kemudian Ibn Miqlasy disebutkan bahwa ia menjawab demikian atas pertanyaan tersebut, artinya bahwa Allah tidak di dalam alam juga tidak di luar alam, sebagaimana ia tuliskan dalam syarh-nya terhadap kitab al-Risâlah.
Kemudian al-Imâm Ibn Jalal menjawab: "Akidah yang kita nyatakan dan yang kita pegang teguh serta yang kita yakini sepenuhnya ialah bahwa Allah tidak di dalam alam juga tidak di luar alam. Dan sesungguhnya merasa tidak mampu dan merasa lemah untuk meraih Allah maka itu adalah keyakinan yang benar. Keyakinan ini didasarkan kepada dalil-dalil yang sangat jelas baik dengan dalil akal, maupun dalil naql. Adapun dalil naql adalah al-Qur'an, Sunnah dan Ijma'. Dalam al-Qur'an Allah berfirman bahwa Dia Allah sama sekali tidak menyerupai suatu apapun (QS. asy-Syura: 11). Jika Allah dikatakan berada di dalam alam atau berada di luar alam maka akan banyak yang serupa bagi-Nya. Karena jika Allah berada di dalam alam maka berarti Allah adalah bagian dari jenis-jenis alam itu sendiri, dan bila demikian maka berarti Allah wajib memiliki sifat-sifat atau hal-hal yang wajib dimiliki oleh setiap bagian alam tersebut (seperti punah, berubah dan lainnya). Lalu jika dikatakan bahwa Allah berada di luar alam maka hal ini tidak lepas dari dua kemungkinan, bisa jadi Dia menempel dengan alam tersebut dan bisa jadi Dia terpisah dari alam tersebut. Dan bila terpisah maka hal itu menuntut adanya jarak antara keduanya, baik jarak yang terbatas atau jarak yang tidak terbatas. Dan keadaan semacam ini sama saja menuntut bahwa adanya Allah membutuhkan kepada yang mengkhususkan-Nya dalam keadaan tersebut. Adapun dalil dari hadits adalah sabda Rasulullah:

????? ????? ????? ?????? ????? ?????? (????? ?????????? ???????)

"Allah ada tanpa permulaan, dan tidak ada suatu apapun bersama-Nya". (HR al-Bukhari dan lainnya).

Sementara dalil dari Ijma' ialah bahwa seluruh Ahl al-Haq telah sepakat bahwa Allah ada tanpa arah. Tidak boleh dikatakan bagi-Nya di atas, di bawah, di samping kanan, di samping kiri, di depan atau di belakang.
Adapun dalil secara akal maka telah sangat jelas bagi anda pada pembahasan di atas dalam makna dari firman Allah QS. asy-Syura: 11. Adapun pendapat yang menyanggah pernyataan "Allah tidak di dalam alam juga tidak di luar alam" karena sama saja dengan menafikan-Nya adalah pendapat yang tidak benar. Karena sesungguhnya sesuatu yang tidak bisa diterima keberadaannya kecuali dengan adanya salah satu keadaan yang berlawanan (seperti bila tidak di luar, maka ia di dalam) hanya berlaku bagi sesuatu yang terikat oleh dua keadaan tersebut saja. Adapun sesuatu yang tidak disifati dengan dua keadaan tersebut maka hal itu bisa diterima, dan dua keadaan tersebut tidak dikatakan saling bertentangan. Pendekatannya, bila dikatakan "tembok ini tidak buta juga tidak melihat", maka pernyataan semacam ini tidak dikatakan saling bertentangan, karena dua keadaan yang bertentangan tersebut tidak berlaku bagi tembok. Maka demikian pula ketika kita katakan bagi Allah bahwa Dia tidak di atas, juga tidak di bawah, atau semacamnya, itu semua bisa diterima oleh akal.
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa Allah adalah segala sesuatu dari komponen alam ini, seperti yang dituduhkan kepada al-Ghazali, maka ini adalah pendapat yang berasal dari kaum filsafat yang belakangan diambil sebagai faham oleh beberapa kelompok kaum sufi gadungan. Dan pernyataan semacam ini jauh dari kebenaran. Adapun pendapat yang menuduh bahwa pernyataan "Allah tidak di dalam alam juga tidak di luar alam" sebagai pernyataan yang rancu dan sia-sia serta perkara yang tidak layak dipertanyakan bagi Allah, maka pendapat ini tidak bisa diterima karena telah jelas dalil-dalilnya seperti yang telah dibahas. Dan seandainya benar pendapat Ibn Miqlasy seperti ini, namun demikian ia tidak patut dijadikan rujukan dalam hal ini karena dia bukanlah seorang yang ahli seperti layaknya kaum teolog (dari kalangan Ahlussunnah). Dan sesungguhnya, memang banyak dari antara para ulama fiqih yang tidak benar-benar mumpuni dalam masalah teologi ini, terlebih lagi sangat mendalam dengan sedetailnya" (Lihat ad-Durr al-Tsamîn, h. 24-25).

Pernyataan bahwa Allah tidak di dalam alam dan tidak di luar alam juga telah diungkapkan oleh salah seorang pimpinan kaum teolog di kalangan Ahlussunnah, yaitu al-Imâm Abu al-Mu'ain an-Nasafi, demikian pula telah disebutkan oleh asy-Syaikh al-Qunawi, al-'Allâmah asy-Syaikh al-Bayyadli, dan para ulama terkemuka lainnya. (Lihat Isyârât al-Marâm Min 'Ibârât al-Imâm, h. 197-198).
Al-Hâfizh asy-Syaikh Abdullah al-Harari menuliskan:

"Setelah adanya penjelasan yang sangat terang ini maka janganlah engkau tertipu dengan kesesatan kaum Mujassimah hingga mereka memalingkanmu dari akidah tanzîh kepada akidah tasybîh. Biasanya mereka berkata: "Pernyataan bahwa Allah ada tanpa tempat, tanpa bentuk, tidak menempel dengan alam atau tidak terpisah dari alam adalah pendapat yang sama sekali tidak bisa dipahami". Kita katakan kepada mereka: "Di antara makhluk saja ada sesuatu yang wajib kita percayai keberadaannya, padahal sesuatu tersebut tidak dapat kita bayangkan. Tetapi demikian, akal kita menetapkan keberadaan sesuatu tersebut. Yaitu adanya satu waktu sebelum diciptakannya cahaya dan kegelapan. Sesungguhnya, cahaya dan kegelapan adalah makhluk Allah, sebelumnya tidak ada, lalu kemudian menjadi ada karena diciptakan oleh Allah, seperti dalam berfirman-Nya:

???????? ???????????? ?????????? (???????: 1)

"Dan Dia Allah yang telah menciptakan segala kegelapan dan cahaya" (QS. al-An'am: 1).

Dengan ayat ini kita wajib beriman bahwa kegelapan dan cahaya adalah makhluk Allah. Ini artinya kita wajib meyakini bahwa ada suatu waktu; di mana Allah belum menciptakan kegelapan dan belum menciptakan cahaya. Dalam hal ini akal manusia tidak akan bisa membayangkan adanya suatu waktu yang di dalamnya tidak ada kegelapan juga tidak ada cahaya. Jika pada makluk saja ada sesuatu yang harus kita percayai semacam ini yang tidak dapat digambarkan dan dibayangkan oleh akal maka terlebih lagi tentang Allah. Artinya, jika keberadaan sesuatu yang tidak bisa dibayangkan oleh akal dapat diterima oleh akal, maka demikian pula dapat diterima jika Allah tidak dapat dibayangkan oleh akal; bahwa Dia ada tanpa bentuk, tanpa tempat, tanpa arah, tidak menempel atau di dalam alam dan juga tidak di luar alam. Bahkan adanya Allah tidak dapat dibayangkan oleh akal harus lebih diterima dibanding waktu yang tidak ada kegelapan dan cahaya di dalamnya tersebut. Karena waktu tersebut adalah makhluk, sementara Allah adalah Khâliq, dan Dia sendiri telah berfirman dalam QS. asy-Syura: 11 bahwa Dia sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya" (Lihat Sharîh al-Bayân Fî ar-Radd 'Alâ Man Khâlaf al-Qur'ân, J. 1, h. 107).

Ingat, Aqidah Rasulullah, para sahabat, dan mayoritas umat Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah bahwa ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH.

=====================================

Artikel tambahan:
dalam kitab2 Tauhid Ahlussunnah; dalam kitab apapun, dari mulai al-Jawahir al-Kalamiyyah sampai Umm al-Barahin. Dan ingat ente jangn baca buku2 Wahabi, mereka bukan Ahlussunnah, mereka a
dalah kaum Talafi; kaum perusak.

Allah berfirman:


( ?????? ?????????? ????? ) (???? ??????: 11)


"Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya". (QS. as-Syura: 11)


Ayat ini adalah ayat yang paling jelas dalam al-Qur'an yang menjelaskan bahwa Allah sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya. Ulama Ahlussunnah menyatakan bahwa alam (makhluk Allah) terbagi kepada dua bagian; yaitu benda dan sifat benda. Kemudian benda terbagi menjadi dua, yaitu benda yang tidak dapat terbagi lagi karena telah mencapai batas terkecil (para ulama menyebutnya dengan al-Jawhar al-Fard), dan benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian (jism). Benda yang terakhir ini terbagi menjadi dua macam;


1. Benda Lathif; benda yang tidak dapat dipegang oleh tangan, seperti cahaya, kegelapan, ruh, angin dan sebagainya.

2. Benda Katsif; benda yang dapat dipegang oleh tangan seperti manusia, tanah, benda-benda padat dan lain sebagainya.

Sedangkan sifat-sifat benda adalah seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, berada di tempat dan arah, duduk, turun, naik dan sebagainya. Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah ta'ala tidak menyerupai makhluk-Nya, bukan merupakan al-Jawhar al-Fard, juga bukan benda Lathif atau benda Katsif. Dan Dia tidak boleh disifati dengan apapun dari sifat-sifat benda. Ayat tersebut cukup untuk dijadikan sebagai dalil bahwa Allah ada tanpa tempat dan arah. Karena seandainya Allah mempunyai tempat dan arah, maka akan banyak yang serupa dengan-Nya. Karena dengan demikian berarti ia memiliki dimensi (panjang, lebar dan kedalaman). Sedangkan sesuatu yang demikian, maka ia adalah makhluk yang membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam dimensi tersebut.


????? ???????? ?????: "????? ????? ?????? ?????? ????? ?????????" (???? ??????? ???????? ???? ???????)


Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam bersabda: "Allah ada pada azal (Ada tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya". (H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)


Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, 'arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).

Maka sebagaimana dapat diterima oleh akal, adanya Allah tanpa tempat dan arah sebelum terciptanya tempat dan arah, begitu pula akal akan menerima wujud-Nya tanpa tempat dan arah setelah terciptanya tempat dan arah. Hal ini bukanlah penafian atas adanya Allah. Sebagaimana ditegaskan juga oleh sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya-:

"????? ????? ????? ??????? ?????? ?????? ????? ??? ???????? ?????"


"Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat dan Dia (Allah) sekarang (setelah menciptakan tempat) tetap seperti semula, ada tanpa tempat" (Dituturkan oleh al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam kitabnya al-Farq Bayn al-Firaq, h. 333).



Religi tahunan yang keempat di bulan Ramadan di Resort Kerajaan Saudi Arabia
Wednesday, September 05, 2012 8:20 AM


By Kaheel Baba Naheel

8 Agustus 2012

Pangeran Alwaleed Bin Talal Bin Abdul Aziz Alu Sa'ud mengadakan atau menyeponsori acara religi tahunan yang keempat di bulan Ramadan di Resort Kerajaan Saudi Arabia.

Selengkapnya baca sendiri disini:

http://www.alriyadh.com/2012/08/09/article758570.html

Tampak dalam foto ini kayak semacam rapat, laki-perempuan lengkap tuh, sama saja seperti dinegara lain.

Demikian baba naheel melaporkan




*** Mereka Salah Memahami Arti "Thaghut"! ***
Wednesday, September 05, 2012 8:13 AM


Thaghut dari segi etimologi berarti "melampaui batas." Dari segi terminologi, thaghut mempunyai beberapa pengertian sesuai pendapat para ulama: setan, al-kahin (dukun), tandingan-tandingan selain Allah, berhala-berhala, dan segala sesuatu yang dengannya seorang hamba melampaui batas, baik berupa yang diibadahi, yang diikuti, atau yang ditaati.

Siapakah thaghut? Apakah pemerintah dan aparatnya, mulai dari Presiden, menteri, gubernur, bupati, camat hingga ketua RT, bisa disebut thaghut? Apakah pegawai negeri seperti guru, dosen, pegawai rumah sakit yang menolong orang melahirkan, pegawai kantor pos yang mengantar surat, pegawai PLN yang mencatat rekening listrik, pegawai dinas kebersihan yang mengutip sampah setiap pagi, Polisi yang berjemur menjaga lalu lintas di tengah jalan, TNI yang membangun jalan dan jembatan di desa, ustadz dan ulama yang berkhutbah di masjid-masjid, anak-anak sekolah mulai dari SD hingga SMA dan mahasiswa, bisa disebut thaghut?


Kalau jawabnya "ya", berarti kita semua adalah "thaghut". Itu berarti, Islam semakin tumbuh sebagai tragedi kemanusiaan ketimbang sebagai "rahmat", juga serta merta menyuguhkan suasana traumatik di kalangan umat beragama. Berarti ada yang salah dalam pemahaman beragama kita, sehingga kita salah kaprah dalam memahami istilah-istilah yang diproduksi ajaran Islam. Kerancuan ini sekaligus menjadikan istilah-istilah itu sebagai doktrin dan agitasi yang menimbulkan radikalisasi dan perpecahan.


Tetapi demikianlah, dengan doktrin, semuanya bisa "dibereskan". Mengapa doktrin? Karena masih ada pemimpin-pemimpin di jaringan underground yang bisa memberikan pengaruh kepada rekrutan-rekrutan baru. Apalagi doktrin dan agitasi dengan menggunakan bahasa agama sulit dideteksi dan juga tidak ada undang-undang yang bisa menjerat mereka yang menganjurkan kebencian atau perbuatan teror.


Gerakan Islam dengan karakter-karakter "radikal" atau "ekstrim" jelas sarat dengan kekerasan dan cenderung menghalalkan agitasi dan peperangan. Gerakan Islam seperti ini pun kemudian mengagitasi umat secara ideologis dengan mengacaukan gambaran perjuangan Islam yang hakiki, mempersulit perjuangan dengan mengusung interpretasi yang "salah" terhadap simbol-simbol Islam. Tidak heran bila kejadian-kejadian teror yang marak belakangan ini serta merta dikaitkan dengan kelompok jihadis yang mengusung kekerasan sebagai basis penghayatan dan applikasi beragamanya. Ambil contoh JAT (Jama'ah Ansharut Tauhid) yang berideologi "jihad dan dakwah" lebih mengedepankan indoktrinasi dan brain washing (cuci otak) ketimbang nilai-nilai moral dan humanisme ajaran Islam. Akibatnya, semua orang yang berseberangan dengan pemahaman mereka dianggap "thaghut" dan musuh yang harus dihabisi melalui aksi-aksi kriminal yang dijustifikasikan sebagai ajaran Islam seperti "ightiyalat" (operasi membunuh aparat) dan "isytisyhadiah" (bom bunuh diri).


Konsep "thaghut" ditafsirkan secara sepihak, seolah-olah thaghut bermakna tunggal, yaitu penguasa yang zalim, korup, menindas dan tidak adil. Pemerintah dan semua aparatur negara dijadikan target tuduhan kafir, musyrik. Padahal, hingga hari ini, tak ada satupun definisi thaghut yang dapat disepakati oleh semua pihak, baik ulama terdahulu (salaf) maupun ulama kontemporer (khalaf). Artinya, telah terjadi ikhtilafan katsiran (perbedaan pendapat yang banyak) sejak dahulu dalam memaknai thaghut. Oleh karena hal itu telah menjadi ajang konflik dan medan pertarungan pemikiran, maka tidak ada siapapun yang berhak memberikan justifikasi dan mengklaim interpretasinya yang paling benar atau mempunyai legalitas di sisi syari'at. Tentu saja pendapat segelintir orang tidak bisa menjadikan yang haram itu halal, namun fakta ini bisa menjadi petunjuk bahwa pendapat ulama dalam hal ini tidaklah tunggal.


Kesalahan dalam memahami pengertian thaghut berpengaruh dalam gerakan jihadis berhaluan keras. Jadi, radikalisme yang hadir di Indonesia bukan semata-mata sebagai fenomena impor tetapi salah kaprah di dalam memahami konsep politik Islam. Artinya, pemanipulasian konsep thaghut menjadi pendorong aksi-aksi teror mereka.


Para ekstremis dan teroris religius, meminjam istilah John L. Esposito, telah memperkuat kepercayaan ini tatkala mereka dengan bebasnya mendeklarasikan jihad untuk mensahkan serangan-serangan terhadap pembunuhan semua orang yang tidak sependapat dengan mereka. Gerakan jihad semacam ini tidak mendapat dukungan luas dari umat keseluruhan.


Maraknya gerakan radikalisme dalam masyarakat Muslim secara langsung memperteguh citra lama tentang Islam bahwa pada dasarnya agama ini bersifat radikal dan intoleran. Kesan ini sulit dibantah, karena gelombang radikalisme Islam telah menjadi bagian penting dari rentetan kekisruhan politik sejak pertengahan abad ini. Meskipun demikian, sulit pula membenarkan pandangan yang umumnya tersebar dalam media massa Barat bahwa radikalisme adalah ciri inheren Islam. Karena ciri utama agama ini sebenarnya adalah rahmatan lil 'alamien, bukan ghadhab (radikalisme) dan irhab (terorisme).


Maka diperlukan agenda prioritas untuk mengembalikan salah kaprah ini sehingga umat Islam bisa menjadi penyumbang terbesar terhadap kedamaian dunia yang menepati misi suci agama ini sebagai "rahmatan lil 'alamien."



RSSFWD - From RSS to Inbox
3600 O'Donnell Street, Suite 200, Baltimore, MD 21224. (410) 230-0061
WhatCounts

0 komentar:

Posting Komentar

buaya maya